Apa lacur, budaya pop dalam kesenian sudah seperti dinosaurus, besar, kuat, menjijikan, mendominasi, siap menerkam dan pasti PUNAH dalam waktu dekat.
Seniman sekarang ibarat pabrik, cerobong asapnya mengepul-ngepul menyebarkan racun ke stratosfer. Namun, tampaknya para penikmat seni juga senang dengan karya yang beracun. Karya yang mereka santap saat senggang, bahan obrolan saat hang out di mall dengan teman, karya yang jadi tameng agar selalu eksis dalam pergaulan.
Kalau Anda mau bermusik, mainkanlah musik pop dengan irama melayu, tak perlu indah yang penting liriknya norak, setelah itu buat skandal yang tak ada hubungannya dengan musik, pasti Anda akan terkenal dengan cepat.
Kalau anda mau jadi penulis, tiru habis karya Habiburahman atau Asma Nadya, budayakan ta'aruf dan anti pacaran sebelum nikah. Pesan moralnya baik, tapi menjadi membosankan karena ribuan kali diulang dalam ribuan novel dan teenlit. Tak apa-apa, pembaca suka yang seperti itu, banyak pembaca yang kurang percaya diri sampai harus membaca beratus-ratus novel dan cerpen dengan tema yang sama sekedar untuk meyakinkan diri mereka.
Biarlah keadaannya seperti itu, bukankah zaman sekarang seniman adalah pelengkap penderita? Seniman bukan lagi pemberi inspirasi atau pelempar ide tentang hakikat. Biarkan kita berJENUH-JENUH dulu dengan karya yang membuat JENUH sampai semuanya JENUH.
Padahal keseragaman adalah racun dalam berkesenian.
Komentar
Diksi dan ide pokoknya juga keren..
#OneDayOnePost