Langsung ke konten utama

BOM WAKTU

BOM WAKTU

Kalau kamu merasa hidupmu datar-datar saja, setiap hari hanya berkutat dengan rutinitas yang seperti borgol. Cobalah sekali-kali datang ke toko barang loak, tanya kepada penjualnya apakah mereka punya bom waktu ‘second’.

   Bersyukurlah kalau mereka punya bom waktu ‘second’ itu. Bom waktu yang timer-nya sudah soak, yang gerakan timer-nya ugal-ugalan dan dan bisa meledak kapan saja. Belilah tanpa menawar. Lalu bergegaslah pergi ke toko material atau bengkel motor pinggir jalan. Beliah beberapa helai kabel tease, kabel berbahan dasar plastik lentur yang hanya bisa digunakan sekali pakai.

   Lalu rangkai bom waktu dan kabel tease tadi di tubuhmu. Ikat yang kencang agar tidak mudah lepas atau  bergoyang. Cobalah membiasakan hidup dengan bom waktu itu. Bom yang siap meledak kapan saja lalu mencabik-cabik tubuhmu jadi serpihan. Keren bukan? Lalu kabarkan gaya hidup kamu yang baru ini kepada teman-temanmu, lihat berapa banyak temanmu yang masih dengan rela bersahabat dan menghabiskan waktunya bersamamu, setidaknya dengan cara ini kamu akan tahu siapa teman sejatimu.

   Saat bom itu menyatu dengan tubuhmu kamu pasti merasakan sensasi baru: hidupmu setiap detiknya jauh lebih berharga dari sebelumnya. Saat kamu baru bangun tidur dari mimpi yang indah lalu kamu tersadar bom waktu itu masih melekat erat di tubuh pasti kamu segera berlari untuk  membuat hari ini lebih bermakna dari sebelumnya.  Mungkin kamu akan segera menelepon orang terkasih, lalu mengungkapkan betapa kamu mencintainya, karena sadar waktu kamu bersamanya di dunia ini mungkin tidak akan lama lagi atau mungkin kamu akan mengambil cuti beberapa hari, melepaskan diri dari pekerjaan dan memesan tiket untuk pulang kampung menengok orang tua kamu yang sudah sangat lama tidak kamu kunjungi, dan kamu akan menghabiskan waktu yang sangat berkualitas dengan mereka, orang yang sudah dijadikan portal oleh Tuhan sebagai media untuk kamu lahir ke dunia.

   Saat kamu mandi, makan siang, berkendara atau mungkin sedang membaca tulisan ini kamu akan terus merasa dicekam oleh rasa takut karena di tubuh kamu ada sebuah bom soak yang siap meledak kapan saja dan merenggut semua hal yang kamu pernah perjuangkan selama hidup di dunia. Rasakan sensasinya, betapa berharganya waktu yang kamu habiskan setiap detiknya. Lalu ujung-ujungnya kamu akan kembali lagi kepada Tuhan. Kamu akan duduk bersimpuh, bersujud, berdoa sambil merengek-rengek sampai habis air matamu agar bom waktu yang timer-nya soak itu tiba-tiba mati total atau setidaknya waktu meledaknya ditangguhkan sampai waktu yang tidak terbatas.
   Kerenkan? Dahsyat ya? Sebuah barang dari toko loak bisa merubah semua cara pandang kamu tentang kehidupan sampai seratus delapan puluh derajat. Sekarang kamu bisa jujur apakah kamu merasa menyesal atau bersyukur telah membeli bom waktu itu.

   Sekarang anggap saja tiba-tiba entah bagaimana ceritanya kabel tease pengikat bom itu lepas dan kamu bisa melepaskan bom waktu itu dari tubuhmu. Apa yang akan kamu lakukan? Mengikatkan kembali bom waktu itu ke tubuhmu, memberikannya kepada orang lain atau malah kamu akan membeli lagi kable tease tambahan agar ikatannya lebih kuat dan tidak akan terlepas lagi? Keputusan mutlak ada di tangan kamu sekarang.

   Tapi apakah kamu sekarang sadar jika bom waktu itu selalu melekat di tubuh kamu? Dia bersifat adhesive, lengket, tak bisa dilepas, menyatu dan lekat dengan tubuh kamu atau singkatnya bom waktu itu adalah bagian dari tubuh kamu sendiri. Apa kamu tega melepas bagian tubuhmu yang satu itu? Dia juga pemberian Tuhan, punya fungsi, punya peran bagi tubuh kamu selayaknya jantung, hati dan pankreas.  Menghilangkan dia juga berarti mengurangi fungsi tubuh kamu sendiri.

   Kamu pikir jadi immortal seperti highlander itu enak? Coba saja bayangkan kamu terus-menerus hidup tanpa ada kepastian kapan kamu akan di shut down. Kamu pasti akan bertanya-tanya untuk apa jatah umur kamu yang over load itu. Ibaratkan saja hidup kamu seperti sekolah, setelah berjuang mati-matian lalu kamu harus ikut ujian, setelah ujian akan ditentukan apakah kamu akan lulus lalu naik ke jenjang berikutnya atau tetap di jenjang yang sama untuk mengulang karena kamu dianggap belum layak naik tingkat. Kalau kamu immortal kamu ada di posisi  yang kedua, kamu sekolah,  belajar mati-matian, lalu ujian tapi tak pernah lulus, karena tujuan hidup kamu bukan sebuah pencapaian dan kenaikan, tujuan hidup kamu ya sekolah saja terus-menerus. Hidup kamu terkatung-katung karena  tujuan hidup kamu adalah yang kamu jalani sekarang, bukan sesuatu yang lebih tinggi.

   Bersyukurlah kita yang sejak awal sadar kalau kita selalu hidup dalam resiko. Kita yang sadar kalau diri kita dibekali sebuah kantung yang di dalamnya terselip bom waktu. Kalau kamu mau sedikit mengalokasikan waktu untuk memahami bahasa semesta kamu pasti akan takjub.

   Ternyata Tuhan sudah menampakkan tanda-tanda ini di mana-mana. Kalau saja kamu mau sedikit membaca buku ilmu pengetahuan kamu akan tahu kalau matahari itu tersusun dari  gas helium dan hidrogen yang berfusi. Apa kamu tahu kalau bom nuklir juga hasil dari reaksi fusi seperti layaknya matahari. Berarti selama ini kita dibangunkan oleh sebuah bom waktu maha besar yang dihadirkan Tuhan untuk memperingatkan kita setiap hari di awal kita bangun tidur. Saat tengah hari bom waktu itu ada tepat di atas kepala kita dengan panasnya yang mengancam. Saat malam tengok ke tanah tempat kalian berpijak. Ada apa di bawah kamu? Tanah? Lapisan mantel bumi? Batuan? Terus ke bawah lagi. Sampai ke inti. Di sana ada bom waktu berikutnya. Setiap saat mengancam kita. Inti bumi kita ini terdiri dari batuan cair yang menyimpan energi luar biasa, sedikit saja kestabilannya terdistorsi maka dia akan meledak, memuntahkan energinya yang dahsyat. Kembali lagi saat kalian bisa melepas bom waktu dari pasar loak, apakah kamu sekarang sudah merasa aman?

   Lalu apa maksud dari semua ini? apakah hidup kita hanya ditujukan untuk ditakut-takuti, diancam dan diintimidasi oleh Tuhan? Pikirkan lagi kalau hidup kita tidak pernah berakhir, pasti kita  akan menghabiskan waktu kita dengan hal-hal yang tidak berguna. Sadarkah kamu  jika semua ‘bom’ itu diciptakan sebagai sebuah akselerator kehidupan?

   Hidup sejatinya tergantung pada kita yang memberi tafsir. Jika kita menafsirkan semua hal buruk dalam hidup sebagai suatu keburukan yang ditimpakan oleh Tuhan pada kita, mungkin kamu harus mengenal salah seorang sahabatku. Dia adalah mantan pemuda metropolitan yang memiliki masa lalu yang kelam, bergaya hedonis dan selalu ingin terlihat up to date. Semua jenis larangan dia kerjakan. Prinsip dia adalah kebebasan dan kepuasan yang utama, dia mengabaikan semua tatanan. Sampai suatu ketika Tuhan mengetukan palunya lewat sebuah diagnosa dokter. Umurnya tidak akan lebih dari satu tahun lagi. Virus HIV yang ganas itu telah menggeragoti kekebalan tubuhnya. Aku pikir dia akan down, menyendiri atau berusaha menutup-nutupi penyakitnya agar bisa diterima layaknya manusia normal di masyarakat.

   Tapi semua tebakanku salah. Dengan langkah ringan dia keluar dari ruang dokter dan berkata “Hei, aku pengidap HIV. Apa ada masalah?” HIV positif sudah benar-benar mem-positifkan jiwanya. Bagi dia penyakit itu adalah sebuah akselerator kehidupan yang membalikan semua kutub dalam hidupnya. Semua gaya hidupnya yang lama dia tinggalkan. Dia menjadi orang yang sangat religius. Dia benar-benar positif sekarang. Dia membelai-belai bom waktu yang dititipkan Tuhan padanya seolah-olah bom waktu itu adalah anugerah Tuhan yang paling besar yang pernah diberikan padanya. Dan yang paling luar biasa dia bisa menjadi orang yang diutus Tuhan untuk mengingatkan kita agar menengok kembali ke dalam saku dan melirik ke dalamnya.

   Sudah di detik keberapakah timer bom waktu yang kita kantongi? Apakah kita sudah siap kalau tiba-tiba dia meledak? Apakah kita sudah menitipkan pesan-pesan terakhir untuk orang yang kita kasihi? Dan yang terpenting adalah apakah kamu senang dititipi bom waktu atau setidaknya merasa bahagia ada orang yang sudah mengingatkan kamu tentang bom waktu itu? Sebab kata-kata terakhir yang kuingat dari sahabatku yang terkena penyakit HIV itu adalah “Untung Tuhan sempat mengingatkan saya untuk melirik timer-nya. Kalau tiba-tiba saya  di-shut down waktu sakaw……?”

   Satu pesan tersembunyi kembali terdengar lugas saat dia mangatakan kata-kata tadi. Tuhan tidak pernah melupakan kita. Tuhan pasti selalu ingat dengan semua mahkluk yang dia ciptakan.

   Kita tidak perlu over acting agar mendapat porsi perhatian lebih dari enam miliar manusia yang ada di dunia. Tuhan maha adil, termasuk dalam membagi porsi perhatian pada setiap mahkluknya. Justru kitalah yang harus lebih banyak merenung dan melihat ke jauh dalam diri  kita, ciri-ciri apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita? Karena sebagai Yang Maha Bijaksana, Tuhan pasti memberikan sinyal kepada kita sebelum kita di-shut down. Telaah lagi apakah selama ini kita terlalu sibuk dengan semua urusan kita sampai tidak mendengar detikan timer kita berdetak lebih cepat?
Jadi masukkan dalam doa kita mulai sekarang, semoga hati kita menjadi radar selalu   awas dan peka dalam menerima semua sinyal itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

MEREKAM KENANGAN: DEMENSIA

MEREKAM KENANGAN 1 Terima kasih banyak unuk keluarga, para sahabat, guru-guru dan mantan kekasih yang sudah bersedia menjalani banyak kenangan pahit dan manis bersama. Semoga dengan saya menuliskan cerita ini bisa membangkitkan  simpul-simpul kenangan yang sempat terlupa. Sebagian besar kisah dalam cerita ini -mungkin- pernah terjadi dalam hidup saya atau mungkin juga hanya fantasi dan reaksi alam bawah sadar saya yang secara langsung atau tidak langsung tidak bisa saya filter lagi karena penyakit yang saya derita ini.             Dua hari yang lalu aku terlambat sampai ke tempat kerja. Masalahnya sederhana, di perempatan jalan terakhir menuju ke tempat kerjaku tiba-tiba saja aku salah membelokkan motor yang aku kendarai, akibatnya aku harus memutar jauh dan terjebak kemacetan yang biasanya aku hindari. Sampai di tempat kerja aku menebak-nebak kenapa aku sampai bisa salah belok, apakah aku melamun? Padahal jalur yang aku tempuh sudah enam tahun lebih aku lalui, sampai aku h

MEREKAM KENANGAN: UNTUK DIA

MEREKAM KENANGAN 3 Kutuliskan cerita ini untuk mengenang satu nama. Jakarta. Siapa sih orang di Indonesia yang tidak mengenal nama kota ini? Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Jakarta yang walaupun sumpek tetap saja menjadi magnet orang-orang untuk mencari peruntungan. Jakarta, yang sejak lahir sampai sekarang menjadi tempat saya hidup. Dan, di kota inilah semua cerita ini bermula. Langit sore di bulan Juli itu redup, angin gemuruh. Di sebelah selatan tampak awan hitam mulai berarak. Sesekali kilatan petir tampak diiringi suara guruh yang samar. “Buruan baris! Wooiii…. Pada ngapain ngumpul di situ?” Tidak jelas suara teriakan siapa, yang aku tahu itu pasti salah satu seniorku. “Ini cewek tengil amat. Mau beken di sini, hah?” Tiba-tiba saja semua mata menatap ke satu titik yang di tuju. Seorang gadis berkulit putih dengan rambut lurus berponi sedang bersandar di pagar sekolah. Hari ini adalah hari terakhir Masa Orientasi Siswa di salah s