Langsung ke konten utama

BUAT KAMU

Kenapa kamu berusaha menahan air mata yang merembes dari mata hazelmu? Apakah kamu malu? Padahal dalam ruangan ini tak ada siap-siapa kecuali kamu dan bayanganmu yang terpantul di cermin. Atau mungkin rasa malu terbesarmu adalah terlihat menangis di depan bayanganmu sendiri? Malu karena pada akhirnya kamu sadar, kamu sudah tertinggal, kesepian dan merasa terasingkan dalam penjara batin yang sudah kamu ciptakan dan kamu masuki dengan sukarela.

kamu selalu merasa bahwa suatu saat Tuhan akan berbaik hati merubah penjara yang kamu buat ini menjadi istana. Setiap malam kamu selalu berdoa dengan doa yang sama, kamh percaya Tuhan tak akan pernah bosan, malahan Tuhan akan semakin paham apa yang sebenarnya kamu inginkan.

kotak musik pemberian dia terakhir sebelum dia pergi dan mengurungmu dalam semesta yang sepi adalah mesin penghiburmu, setiap malam melantunkan lagu kesepian yang sama. sepinya hatimu ditambah lantunan lagu sepi dari kotak musik malah menjadikan malammu jadi riuh, meriah dan perlahan kamu jadi terbiasa lalu tak ingin berpisah dengan perasaan sepi yang berlapis-lapis itu. Kamu tersenyum bahagia di atas kesedihanmu. Mencoba menari dalam penjara hatimu yang kosong melompong.

Padahal tak ada kepastian kapan dia akan kembali, atau mungkin dia memang tak akan pernah kembali. Tapi nalurimu selalu menolak dan membantah kemudian selalu pasrah dan berharap pada kebaikan hati Tuhan bahwa kelak kalian akan dipersatukan dalam sebuah ikatan yang tak bisa terputuskan.

Ya, biarlah kamu terus berharap. Mungkin harapanmu itulah yang diberikan oleh Tuhan dengan kebaikan hati-Nya sebagai pengganti dia yang entaj kapan akan pulang, menjemput lalu merubah penjara kosongmu jadi istana atau bahkan nirwana, merubah sepimu menjadi pesta meriah walau mungkin cuma sebatas fatamorgana.

(kutitipkan catatan ini padamu lewat kertas bungkus gorengan, semoga berkenan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEREKAM KENANGAN: BAPAK SINAGA

MEREKAM KENANGAN 3 Kuregangkan punggungku, lumayan pegal juga setelah menulis hampir setengah jam. Kulirik jam tanganku, sudah jam sebelas malam. Suara gerimis yang jatuh terdengar di atas genteng terdengar samar. Hujan ternyata, selama menulis tadi aku tidak mendengar suara hujan karena telingaku tertutup head phone . Pantas saja punggungku terasa dingin. Di cuaca seperti ini pasti enak sekali minum kopi, pikirku. Lalu aku bangun dan menuju ke dapur, mampir sebentar ke kamar mandi lalu masuk ke kamar tidur. Di dalam kamar aku duduk di tepi ranjang. Aku diam termenung, rasanya ada yang janggal, tapi aku tak tahu apa. Kunyalakan sebatang rokok. Asap mengepul. Kopi! Tadi aku mau menyeduh kopi. Kenapa bisa tiba-tiba lupa begini? Apakah karena demensia ini semakin parah? Kutepiskan pikiran itu, pasti hanya lupa biasa, batinku mencoba menenangkan diri. Segera beranjak dari kamar dan langsung ke dapur. Setelah selesai menyeduh kopi aku lewat ruang tamu. Laptop ku kok menyala ya?

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

TRIP MEMANCING KE PULAU UNTUNG JAWA

Sebenarnya ini pengalaman saya yang sudah lumayan lama tapi saya rasa ada baiknya juga saya bagikan karena pengalaman memancing ini salah satu yang saya pikir paling unik. Kejadiannya sudah hampi dua tahun lalu, saya sudah menekuni hobi memancing sekitar tujuh tahun. Banyak juga pengalaman yang bisa saya bagikan di kesempatan yang lain. Seperti biasa, sebelum memulai trip memancing saya menyiapkan segala sesuatunya di darat. Perlengkapan memancing khusus laut, pakaian yang bisa melindungi dari sengatan matahari dan juga umpan. Saya berangkat dari rumah bersama tiga orang teman menuju daerah Dadap, Banten sekitar pukul dua dini hari. Perjalanan menggunakan sepeda motor memakan waktu kurang lebih satu jam. Sebelum tiba di Dadap biasanya saya mampir untuk membeli umpan berupa udang hidup. Harga udang waktu itu sekitar delapan puluh ribu rupiah per kilo. Saya membeli dua kilo, sekaligus membeli makanan untuk sarapan. Untuk makan siang diputuskan membeli langsung di Pulau U