Langsung ke konten utama

PENGAKUAN

Kalau dulu aku sering berseloroh dan mengejek-ejek cinta, maka kini aku harus menarik kembali semua ucapanku dengan kepala tegak. Aku merasa pandir, malu demgan masa laluku tapi aku berani bermuka-muka dengan kamu, menantang tatapan mata dan berucap kalau aku sudah jatuh cinta.

Kalau semisal ini benar cinta, berarti di hadapanmu aku bukan hanya jatuh tapi sudah berguling-guling pasrah dan menikmati kekalahanku atas dirimu. Melepas kamu sudah hampir tak terpikirkan, seperti melepas bagian tunuhku sendiri. Kamu itu sudah seperti jantung yang memompa darah atau semisal hati yang menyaring racun. Mana mungkin mudah melepas orang yang sudah aku kenal luar dalam. Orang yang lekuk-lekuk urat di lehernya sudah aku hapal betul, bahkan temperatur tubuhnyapun masih bisa aku rasakan.

Sudah seperti inilah pekerti cinta membawaku, menyelam dalam di semestamu yang selalu riuh. Saat jauh darimu aku mengambang, hilang arah. Kamulah pusat gravitasi yang selama ini memberi aku bobot, mengguratkan aku sebentuk muka dan membawa pelita agar aku tak sesat lagi.

Terserahlah mau kamu bawa kemana semuanya, ini hanya pengakuanku. Kaulah yang punya hak untuk mencorat-coret buku yang sudah aku berikan kepadamu.... Intinya di hadapanmu aku KHATTAM.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman y...

MEREKAM KENANGAN: BAPAK SINAGA

MEREKAM KENANGAN 3 Kuregangkan punggungku, lumayan pegal juga setelah menulis hampir setengah jam. Kulirik jam tanganku, sudah jam sebelas malam. Suara gerimis yang jatuh terdengar di atas genteng terdengar samar. Hujan ternyata, selama menulis tadi aku tidak mendengar suara hujan karena telingaku tertutup head phone . Pantas saja punggungku terasa dingin. Di cuaca seperti ini pasti enak sekali minum kopi, pikirku. Lalu aku bangun dan menuju ke dapur, mampir sebentar ke kamar mandi lalu masuk ke kamar tidur. Di dalam kamar aku duduk di tepi ranjang. Aku diam termenung, rasanya ada yang janggal, tapi aku tak tahu apa. Kunyalakan sebatang rokok. Asap mengepul. Kopi! Tadi aku mau menyeduh kopi. Kenapa bisa tiba-tiba lupa begini? Apakah karena demensia ini semakin parah? Kutepiskan pikiran itu, pasti hanya lupa biasa, batinku mencoba menenangkan diri. Segera beranjak dari kamar dan langsung ke dapur. Setelah selesai menyeduh kopi aku lewat ruang tamu. Laptop ku kok menyala ya?...

ABSURDITAS

            Kalau kamu percaya takdir, maka kamu juga harus percaya dengan cerita kita. Kita adalah anak-anak kesayangan takdir. Bayangkan saja, ada ribuan gedung di jakarta. Ada lebih dari sembilan juta manusia bersesakan di kota ini setiap harinya. Tapi takdir memilih kita untuk menjadi pemeran utama dalam drama kolosalnya. Kita, dua manusia kesepian yang terus berusaha meledakkan tawa dalam kesunyian. Kita, dua orang yang selalu menyelipkan belati di bawah bantal, takut mimpi buruk yang mencekam akan membuyarkan harapan semu kita.             Kita, aku dan kamu. Dua orang pilihan takdir yang diminta melakoni peran akbar dalam drama kolosalnya. Sayangnya takdir hanya memilih acak tanpa audisi apalagi melatih kita sebelumnya. Jadilah kita berdua terseok-seok, berdarah-darah, menangis sesegukan dalam memerankan tokoh kita yang serba tanpa ketentuan. Skenario tak...