Sudah jarang sekali aku menemukan ego saat bercermin, setiap kali menatap wajah itu, memelototi tubuh itu, lagi- lagi yang kutemukan hanya CITRA. Padahal betapa rindunya aku pada ego, dialah yang sebenar-benarnya aku. Citra hanyalah aku yang memake-up diri agar bisa diterima lingkungan.
Saat aku jalan-jalan sore sambil membeli takjilpun aku tak bisa meenemukan ego, aku tak bisa menemukan Jajang, Wawan, Dodi atau Yoni. Di mana-mana aku menemukan Citra. Oh, Tuhan, betapa rindunya aku menemukan ego, bercakap-cakap dengan ego dan menjadi ego itu sendiri.
Di dunia yang serba kompleks dan rumit ini ada satu kekuatan yang ingin mematikan kompleksitas itu sendiri, ingin menyamakan semua ego menjadi satu kesatuan yang sama: Citra.
Kalau kamu makan di Restoran Jepang padahal lidah kamu merasa asing dengan washabinya, bahkan dengan sumpitnyapun kamu merasa bermusuhan, berarti yang sedang duduk dan makan di situ bukanlah kamu, tapi Citra. Kamu yang sebenar-benarnya kamu sedang kelaparan, kurus kering, kena gizi buruk karena semua nutrisinya diserap oleh Citra.
Kamu yang merasa lebih dekat dengan sahabat dan kerabat karena banyaknya fasilitas dalam berkomunikasi seperti telepon, whatsapp dan BBM sebetulnya malah mengucilkan dirimu lebih jauh ke balik jeruji, Citra yang beretelepon dan chat melalui semua fasilitas itu, sedangkan ego kesepian, merasa diasingkan dan menyendiri.
Ah, betapa inginnya aku melihat kalian kembali menjadi ego, berani sedikit demi sedikit melepas selubung Citra yang selalu kalian sanjung puja.
Angin, Matahari, Tanah dan rerumputan sangat rindu pada ego, ego yang murni dan terlahir dari Tuhan.
(corat coret di atas bungkus serabi)
Komentar