Pukul dua belas kurang lima belas menit, sudah hampir tengah malam. Aku dan kamu terdampar lagi di pelataran cafe ini, dengan puntung rokok dan abu yang bertumpuk-tumpuk di dalam asbak. Segelas kopi hitam yang hampir habis separuhnya, serta dua cangkir oca yang tak pernah kamu sentuh sedikitpun.
Aku kadang heran, setiap pukul setengah sebelas malam kamu selalu mengajakku ke tempat ini, memgawasi jalanan kosong di depan cafe seolah-olah pangeran tampan berkuda putih akan datang menjemputmu dari arah tikungan. Aku juga heran kamu begitu sering tampak histeris dan bahagia dengan persoalan yang tampak sederhana. Tukang parkir yang membantu seorang ibu tua menyeberang saja bagimu tampak seperi pahlawan yang baru pulang dari medan perang. Melihat itu kamu sudah bahagia, aku iri, di setiap sisi kamu tampaknya selalu merayakan kehidupan.
Kamu jatuh cinta pada setiap sendi kehidupan ini dan ikut lumer sampai ke sum-sumnya. Tolong pahamilah aku, dibanding kamu aku bukan apa-apa. Otakku bergerak lambat seperti siput saat mencoba memahami pemahamanmu yang berlari seperti kuda pacu, pikiranmi liar dan tak mampu aku tebak. Kadang aku berharap ada toko yang menjual suntikan intelegensi, pasti aku beli agar aku mampu memahami apa yang selama ini selalu kamu amini.
aku dan kamu jelas berbeda, di hadapan kita ada jurang besar menganga. Jembatannya hanya jalinan benang tipis dan samar yang orang sebut cinta. Aku merayap berusaha berpegang pada benang rapuh itu agar tidak jatuh, tapu aku takut benang retas itu tak mampu bertahan dan putus.
Namun setiap kali aku hampir pasrah dan memyerah kamu selalu memegang tanganku sambil berkata kalau setiap tingkatan manusia itu berucap dengan bahasa yang berbeda, saat usia kita bertambah kita melepas kacamata kita dan menggantinya dengan kacamata yang baru lalu perlahan melupakan dunia yang pernah kita tatap lewat kacamata sebelumnya. Jadi tua bukan jaminan kita tahu segalanya, jadi tua tidak otomatis jadi bijak dan bahagia.
Kamu memang luar biasa cerdas, mampu menjelaskan perkara yang rumit dan canggih ini dengan bahasa yang sederhana, rasional, tapu tetap terdengar cantik, indah dan romantis.
Sekarang biarkanlah aku memggantung di tengah-tengah jurang ini agar aku tetap mampu melihat keindahan kedua biah sisi, atau biarkan aku jatuh sekalian agar aku bisa lumer bersamamu dalam sendi-sendi kehidupann yang senantiasa berlari cepat.
Komentar
jika terus menggantung ditengah jurang, sampai kapan ?? :D
jika Jatuh, pasti tidak enak rasanya :D
salam ODOP