Menulislah dengan cinta, karena jika kau menulis dengan cinta maka setiap kata akan beranak, mereduplikasi diri dan berkembang biak. Semakin banyak cinta yang kamu beri semakin banyak juga anak-anak kata yang lahir, muncul dan di atas kertasmu mereka menari, indah sekali.
Tapi yang jadi masalah adalah lagi-lagi demam ini hadir. Membuat mataku berkunang-kunang dan telapak tanganku jadi keringatan. Aku tak bisa menghadirkan cinta lewat tulisan saat demam, cinta sementara harus berperan seperti jaket. Kalau aku buka, badanku kedinginan kalau aku bekap lama-lama aku keringatan, aku ada dalam dilema yang endingnya sama-sama tidak mengenakan. Semua karena demam.
Tapi kewajiban harus purna, tak ada tawar menawar bagi seorang lelaki kalau sudah ucap janji. Dengan jari keringatan dan mata masih berkunang-kunang, aku genapkan tulisan ini walau aku selalu mahfum tak bakal ada cerita terbaik di sini. Cerita terbaik tak pernah tertuliskan, mereka abadi terkunci dalam angan. Tapi toh dengan berusaha menuliskannya berarti kita berusaha mengungkap rahasia jiwa walau kenyataannya rahasia jiwa tak akan terungkap cuma lewat goresan tinta.
Tulis sajalah, jangan terlalu banyak berpikir. Kadang terlalu lama berpikir malah jadi racun untuk niat. Tulis dengan hati lurus dan ikhlas walau kita sebenarnya tahu tulisan yang baik tidak tercipta hanya dari empat paragraf dan cinta yang murni tak akan sampai dari tulisan yang kamu cipta lewat ujung jari.
(15 hari ODOP dan pegalnya ngetik lewat hape.... hatchi... dan demampun datang lagi...)
Komentar