Langsung ke konten utama

TERDAMPAR

Di sinilah kita terdampar, di semesta asing entah berantah. Sayang kita datang saat gelap, saat masa-masa rawan, saat matahari dimakamkan tanpa nisan. Tak ada cahaya, peta yang aku bawa tak bisa terbaca. Duduk kita di gundukan tanah tertinggi karena khawatir kalau-kalau air pasang dan kita tenggelam.

Negeri ini kosong melompong, hanya ada air, tanah, udara, aku dan kamu. Negeri asing tanpa bendera yang hanya kita berdua saja penghuninya. Tapi herannya aku tak pernah merasa kesepian dengan keduaan ini. Kamu itu utuh, paket lengkap tanpa cela, kamu itu siang yang terang sekaligus malam yang hening, kamu adalah geraman guntur yang menggelegar sekaligus nyanyian merdu pengantar tidur. Kamu adalah kamu, ketunggalan lengkap yang tak pernah mampu aku ungkap.

Padahal jauh-jauh hari sebelum kita terdampar di tanah asing ini aku pernah bilang jangan pernah angkat jangkar, apalagi mencoba menaikkan layar, tapi kamu selalu bisa meyakinkanku kalau menarik sauh adalah jalan terbaik. Lalu berlayarlah kita dalam samudera luas yang seolah tanpa batas. Aku khawatir setengah mati jika kita tidak akan pernah menemukan jalan pulang lagi. Dalam temaram cahaya senja terakhir sebelum gelap masih bisa aku tangkap senyummu. Kamu yakin kita akan baik-baik saja. Dalam kamus hidupmu tak pernah ada kata tersesat. Bagimu tersesat berarti menemukan jalan baru ke sebuah negeri baru untuk merintis peradaban baru.

Malam merayap, tubuh kita bergetar, mengigil digigiti angin. Untuk menghangatkan diri kita berpelukan. Kutatap wajahmu lekat, khawatir ini adalah saat penghabisan untuk kita, tapi tak kutemu wajahmu di sana, malam terlalu gelap, hanya sempat kulihat sekelebat matamu yang mematulkan bintang. Bulan enggan hadir di tanah asing tak bertuan ini.

Semakin malam tubuh kita semakin bergetar hebat. Antara tidak sadar dan terjaga kusebut namamu berulang-ulang untuk memastikan kau tetap ada, kamupun melakukan hal yang sama. Jadilah malam ini riuh rendah seperti nyanyian berisikan pujian untuk kita berdua. Kita lakukan itu sampai fazar. Sampai dari seberang lautan sana kita bisa mendengar kokok ayam pertama.

Bertahun berlalu, kita masih di sini, di sebuah dunia yang hanya kita berdua tinggali. Benua tak terpetakan, negeri tanpa bendera, negeri kosong yang hanya diisi kita berdua, sebuah tanah harapan yang mereka sebut... CINTA

ShoobahShabooh...aho...
#ODOP DAY 5

Komentar

Unknown mengatakan…
"Cinta" banget, keren sumpah kereeeenn
Sabrina Lasama mengatakan…
Itu mantra apa tuh "Shoobahshabooh"??
Uncle Ik mengatakan…
Terima kasih banyak Mbak Rina atas pujiannya
Uncle Ik mengatakan…
Terima kasih banyak Mbak Rina atas pujiannya
Uncle Ik mengatakan…
Itu salah satu nama album INXS Mbak
Unknown mengatakan…
Keren tulisannya. Pasti nulisnya tulus banget..
Uncle Ik mengatakan…
Ahahahahaha, semoga aja saya selalau bisa tulis waktu bikin tulisan Mbak Ella
#FPG mengatakan…
Di paragraf awal saya kira kisah adam dan hawa
Uncle Ik mengatakan…
Kata banyak orang sih, setiap pasang kita adalah Adam dan Hawa dalam versi dan realitas yang berbeda
Uncle Ik mengatakan…
Kata banyak orang sih, setiap pasang kita adalah Adam dan Hawa dalam versi dan realitas yang berbeda
Bang Syaiha mengatakan…
Kirain nama daerahnya apaan, eh taunya cinta..
Keren.. Ujung yang tak terduga..

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

MEREKAM KENANGAN: DEMENSIA

MEREKAM KENANGAN 1 Terima kasih banyak unuk keluarga, para sahabat, guru-guru dan mantan kekasih yang sudah bersedia menjalani banyak kenangan pahit dan manis bersama. Semoga dengan saya menuliskan cerita ini bisa membangkitkan  simpul-simpul kenangan yang sempat terlupa. Sebagian besar kisah dalam cerita ini -mungkin- pernah terjadi dalam hidup saya atau mungkin juga hanya fantasi dan reaksi alam bawah sadar saya yang secara langsung atau tidak langsung tidak bisa saya filter lagi karena penyakit yang saya derita ini.             Dua hari yang lalu aku terlambat sampai ke tempat kerja. Masalahnya sederhana, di perempatan jalan terakhir menuju ke tempat kerjaku tiba-tiba saja aku salah membelokkan motor yang aku kendarai, akibatnya aku harus memutar jauh dan terjebak kemacetan yang biasanya aku hindari. Sampai di tempat kerja aku menebak-nebak kenapa aku sampai bisa salah belok, apakah aku melamun? Padahal jalur yang aku tempuh sudah enam tahun lebih aku lalui, sampai aku h

MEREKAM KENANGAN: UNTUK DIA

MEREKAM KENANGAN 3 Kutuliskan cerita ini untuk mengenang satu nama. Jakarta. Siapa sih orang di Indonesia yang tidak mengenal nama kota ini? Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Jakarta yang walaupun sumpek tetap saja menjadi magnet orang-orang untuk mencari peruntungan. Jakarta, yang sejak lahir sampai sekarang menjadi tempat saya hidup. Dan, di kota inilah semua cerita ini bermula. Langit sore di bulan Juli itu redup, angin gemuruh. Di sebelah selatan tampak awan hitam mulai berarak. Sesekali kilatan petir tampak diiringi suara guruh yang samar. “Buruan baris! Wooiii…. Pada ngapain ngumpul di situ?” Tidak jelas suara teriakan siapa, yang aku tahu itu pasti salah satu seniorku. “Ini cewek tengil amat. Mau beken di sini, hah?” Tiba-tiba saja semua mata menatap ke satu titik yang di tuju. Seorang gadis berkulit putih dengan rambut lurus berponi sedang bersandar di pagar sekolah. Hari ini adalah hari terakhir Masa Orientasi Siswa di salah s