Langsung ke konten utama

BIG BANG 2 PART 3

TITIK 2
LARA
Kamu harus segera pulang ke Indonesia sekarang! bentak Oma Hilda pada seseorang di telepon.

"Ada apa Oma?"

"Tidakkah kamu membaca berita? Semua yang sudah diramalkan akan terjadi tidak lama lagi. Kamu harus pulang secepatnya."

"Bagaimana dengan Lara? Apakah dia sudah siap?"

"Siap atau tidak, Lara harus siap. Waktunya sudah semakin dekat, tak ada lagi waktu untuk mempersiapkan diri. Semua rahasia ini harus segera diungkap dan kita harus bersatu untuk mempersiapkan diri menghadapi peristiwa yang akan terjadi."

"Baik Oma, saya akan mempersiapkan kepulangan saya ke Indonesia segera."

Klik. Oma Hilda menutup telepon. Dia masih belum bisa yakin seratus persen jika ramalan itu akan terjadi dalam waktu dekat. Apakah orang-orang yang sudah dipilih akan siap?

"Telepon dari siapa, Oma?" Tiba-tiba Lara datang dari arah dapur.

"Bukan siapa-siapa Lara."

"Tampaknya Oma serius sekali berbicara di telepon tadi."

Oma Hilda diam. Nanti akan Oma ceritakan padamu jika waktunya tepat, batin Oma Hilda.

"Kamu sudah mengemasi barang-barangmu, Lara?" tanya Oma.

"Sudah Oma." Jawab Lara singkat.

Oma Hilda menatap lekat-lekat wajah Lara. Ada sesutu yang ingin dia ungkapkan pada anak angkatnya ini, tetapi dia merasa kalau waktunya belum tepat.

"Ada apa, Oma? Sepertinya Oma khawatir sekali."

Oma Hilda berusaha tersenyum.

"Tidak ada apa-apa. Oma akan mengantar kamu ke sekolah, jangan sampai terlambat."

"Iya Oma. Lara sudah bersiap-siap sejak pagi."

"Baiklah, ayo kita berangkat. Jangan lupa berdoa. Semoga kunjunganmu ke Wai Kambas memberikan banyak pelajaran dan pengetahuan untukmu dan teman-temanmu. Jangan melanggar aturan yang diberitahukan pemandu di sana, jangan nakal dan selalu hati-hati."

Lara tersenyum. Matanya  berbinar-binar, dia selalu bahagia jika Oma Hilda memberikan nasihat. Nasihat berarti kasih sayang seseorang kepadanya. Kasih sayang itulah yang membuatnya merasa utuh sebagai manusia.

Komentar

Anonim mengatakan…
Semangat.. keep writing, ditunggu lnjutanny. : )
Bang Syaiha mengatakan…
Baru kelar baca bagian satu sampai tiga. Jadi komennya disini aja.. hehehe..
Bagian dua paling serem.. Tapi seru.. Bikin penasaran..
Ditunggu kelanjutannya ya mas..

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

MEREKAM KENANGAN: DEMENSIA

MEREKAM KENANGAN 1 Terima kasih banyak unuk keluarga, para sahabat, guru-guru dan mantan kekasih yang sudah bersedia menjalani banyak kenangan pahit dan manis bersama. Semoga dengan saya menuliskan cerita ini bisa membangkitkan  simpul-simpul kenangan yang sempat terlupa. Sebagian besar kisah dalam cerita ini -mungkin- pernah terjadi dalam hidup saya atau mungkin juga hanya fantasi dan reaksi alam bawah sadar saya yang secara langsung atau tidak langsung tidak bisa saya filter lagi karena penyakit yang saya derita ini.             Dua hari yang lalu aku terlambat sampai ke tempat kerja. Masalahnya sederhana, di perempatan jalan terakhir menuju ke tempat kerjaku tiba-tiba saja aku salah membelokkan motor yang aku kendarai, akibatnya aku harus memutar jauh dan terjebak kemacetan yang biasanya aku hindari. Sampai di tempat kerja aku menebak-nebak kenapa aku sampai bisa salah belok, apakah aku melamun? Padahal jalur yang aku tempuh sudah enam tahun lebih aku lalui, sampai aku h

MEREKAM KENANGAN: UNTUK DIA

MEREKAM KENANGAN 3 Kutuliskan cerita ini untuk mengenang satu nama. Jakarta. Siapa sih orang di Indonesia yang tidak mengenal nama kota ini? Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Jakarta yang walaupun sumpek tetap saja menjadi magnet orang-orang untuk mencari peruntungan. Jakarta, yang sejak lahir sampai sekarang menjadi tempat saya hidup. Dan, di kota inilah semua cerita ini bermula. Langit sore di bulan Juli itu redup, angin gemuruh. Di sebelah selatan tampak awan hitam mulai berarak. Sesekali kilatan petir tampak diiringi suara guruh yang samar. “Buruan baris! Wooiii…. Pada ngapain ngumpul di situ?” Tidak jelas suara teriakan siapa, yang aku tahu itu pasti salah satu seniorku. “Ini cewek tengil amat. Mau beken di sini, hah?” Tiba-tiba saja semua mata menatap ke satu titik yang di tuju. Seorang gadis berkulit putih dengan rambut lurus berponi sedang bersandar di pagar sekolah. Hari ini adalah hari terakhir Masa Orientasi Siswa di salah s