Jakarta di pertengahan Juli seharusnya sedang memasuki puncak musim panas tapi sudah hampir seminggu ini selalu turun hujan. Musim sepertinya sedang mengalami anomali yang luar biasa. Tidak hanya Jakarta, tapi semua kota di dunia mengalami fenomena aneh yang sama. Sebagian gurun sahara sudah mulai menghijau, rerumputan liar tumbuh berhektar-hektar, oasis baru bermunculan. Tidak hanya di Sahara, tapi juga semua gurun lain yang ada di dunia, gurun Kalahari dan Gobi tidak luput dari fenomena yang membingungkan ini. Gurun jadi subur dan menghijau. Suhu di Arktik dan Antartika tiba-tiba drop, pencairan es di kedua kutub tersebut berhenti. Perkiraan ilmuwan selama beberapa dasawarsa terakhir salah besar, tidak terbukti. Kutub kembali perkasa dengan gunung-gunung es nya yang menjulang megah. Bumi seperti ter-reset dengan sempurna. Jutaan manusia merayakan perubahan ini, bumi kembali menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Tapi sebagian yang merasa awas malah cemas. Ada sesuatu yang besar yang akan segera menimpa manusia.
Nikki terbangun dari mimpinya yang menakutkan. Semuanya tampak seperti nyata. Rasa haus yang luar biasa masih bisa dia rasakan, kerongkongannya masih terasa terbakar. Dia terbatuk-batuk di kursi belakang mobilnya. Pak Ibrahim yang menyadari hal ini segera memberikan sebotol air mineral.
"Masih bermimpi hal yang sama, Pak?" tanya Pak Ibrahim sambil matanya tetap awas melajukan mobil dalam cuaca hujan.
Nikki tidak segera menjawab, dia membuka tutup botol dan segera meminum isinya sampai habis. Sudah hampir dua minggu berturut-turut dia memimpikan hal yang sama. Ada yang aneh dengan mimpinya.
"Jika mimpi yang sama berulang lebih dari tiga kali, biasanya itu pesan, Pak. Ada sesutu yang ingin disampaikan lewat mimpi itu." Pak Ibrahim meneruskan kata-katanya.
Pesan? Pesan apa? Nikki termenung. Dia bahkan tidak bisa menangkap pesan yang ingin disampaikan mimpi tersebut.
Di perempatan jalan yang lengang lampu lalu lintas menyala merah. Pak Ibrahim menghentikan mobilnya.
"Terobos saja, Pak!" kata Nikki tidak sabar.
Pak Ibrahim diam saja.
"Ayo, Pak! Tidak apa-apa. Jalanan kosong, aman." Kata Nikki lagi.
Baru saja Pak ibrahim menginjak pedal gas, tiba-tiba ada seorang pejalan kaki melintas, sempat tertabrak tapi tidak terlalu keras. Tubuh pejalan kaki yang berpakaian serba hitam itu jatuh ke atas kap mobil. Kepalanya mendongak. Pak ibrahim kaget, tidak menyadari kalau ada orang yang mau menyeberang, padahal sejauh pengamatan dia dari tadi tak ada seorangpun di jalanan ini.
Yang paling merasa kaget adalah Nikki. Wajah pucat, rambut tembaga. Dia merasa mengenal wajah itu. Tapi kapan? Di mana?
Pak Ibrahim lekas-lekas membuka pintu dan turun dari mobil. Ingin memastikan orang yang barusan tertabrak tidak apa-apa.
Kosong. Tidak ada siapa-siapa.
Nikki masih terkesima. Otaknya meraba-raba, mencoba mengingat wajah yang baru saja dilihatnya.
Pak Ibrahim masuk ke mobil dengan wajah gusar.
"Bapak barusan melihat kan?" katanya dengan suara masih gemetar.
Iya, kata Nikki pelan.
"Tapi saat saya periksa orangnya sudah tidak ada, Pak."
Sudahlah, lupakan saja. Kata Nikki dengan nada malas.
Bukan tabrakan itu yang menjadi masalah, tapi wajah pucat dan rambut tembaga itu.
Lampu lalu lintas menyala hijau. Pak Ibrahim menginjak pedal gas pelan-pelan khawatir kejadian barusan terulang.
Komentar