Langsung ke konten utama

BIG BANG 2: ANTARA KERAGUAN DAN HARAPAN

Setelah rilis novel e-book pertama saya yang berjudul "BIG BANG: SEMUA BERAWAL DARI LEDAKAN" sekitar akhir agustus 2015 lalu, banyak tanggapan positif dari para pembaca yang menanyakan apakah akan ada sekuel dari novel BIG BANG saya ini. Sebetulnya pada bagian "CURHAT PENULIS: SAYANG ANAK... SAYANG ANAK..." sempat saya jelaskan kalau proses lahirnya BIG BANG ini karena proses ketidak sengajaan penulis yang cuma ikut-ikutan tren dan gaya-gayaan semata. Tak pernah sedikitpun terlintas di benak penulis jika novel BIG BANG bisa tersebar cukup luas dan cepat (dari data yang penulis himpun sudah sekitar 2300 copy yang tersebar dari Aceh sampai Makasar), tentu saja ini merupakan apresiasi yang sangat besar yang penulis rasakan.

Beberapa e-mail yang sampai kepada penulis menanyakan tentang akankah ada serial lanjutan dari "BIG BANG: SEMUA BERAWAL DARI LEDAKAN"? Penulis bisa memastikan: ADA. Pertanyaannya adalah, kapan akan dirilis? Penulis sendiri masih bingung menyusun seri lanjutan dari BIG BANG yang pertama karena penulis sadar betul yang menjadi daya tarik dari BIG BANG pertama adalah tema yang berbeda dari novel kebanyakan. Tidak melulu membahas soal cinta atau kisah roman pada umumnya, novel BIG BANG malah mengangkat tema kiamat. Bukan kiamat secara umum dalam gambaran yang bersifat biblikal atau seperti yang kebanyakan termaktub dalam kitab suci, tapi lebih mengedepankan tema kiamat secara personal. Saat manusia mulai kehilangan sifat kemanusiaan dalam dirinya atau bergaya menuhankan pribadi, bukankah ini juga salah satu bentuk kiamat personal yang sekarang banyak terjadi?

Banyak tema yang menjadi pertimbangan penulis untuk diangkat pada novel seri BIG BANG selanjutnya, masih bertema katastropi dan berbau-bau kiamat. Yang paling membuat penulis begitu tertarik adalah salah satu hasil penelitian Prof. Masaru Emoto (saya yakin banyak pembaca yang sudah tau tentang hasil penelitian beliau), dijelaskan bahwa air dapat mengangkap emosi yang diterima dari lingkungan disekitarnya. Jika emosi positif yang diterima air, maka molekul air berbentuk hexagon sempurna, tapi jika emosi negatif yag diterima oleh air, maka molekul air menjadi acak-acakan. Penelitian yang sederhana namun bisa menimbulkan banyak kemungkinan bagi seorang penulis.

Lalu beberapa tahun lalu saya pernah memiliki seorang murid yang kebetulan memiliki kemampuan indigo, jadilah saya banyak bertukar pikiran dengan dia tentang beberapa hal yang bersifat metafisika. Banyak hal-hal baru yang saya dapatkan dari dia (terima kasih banyak) yang sebelumnya tidak bisa saya pecahkan melalui fisika mekanik atau fisika kuantum sederhana. Dari hal ini pulalah saya meyakini bahwa banyak sekali kemungkinan-kemungkinan baru yang bisa kita tangkap dengan memanfaatkan indera lain di luar kelima indra yang sudah biasa kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini juga salah satu hal yang banyak melandasi cerita dari seri BIG BANG kedua.

Global Warming? Bumi demam? Teori Gaia? Ini juga salah satu hal yang menarik minat saya untuk mendalaminya dan saya jadikan salah satu materi dasar dalam penukisan novel kedua ini. Menurut teori Gaia, bumi kita yag berumur hampir 4,6 miliar tahun ini sudah berkembang dengan sebegitu sempurna. Bumi bisa melindungi dirinya sendiri jika merasa ada hal-hal yang dapat mengganggu silkusnya. Karena itulah kita banyak mendengar tentang bangsa-bangsa yang berpedaban tinggi musnah. Karena bumi merasa mereka sebagai ancaman? Entahlah. Yang pasti ini juga yang mengusik minat penulis, bayangkan kita sedang dilanda euforia global warming, bumi menghangat, bumi demam, dan demam adalah pertanda jika ada gangguan dalam silkus kehidupan.... Manusia biang keladinya? Semoga saja tidak.

Kenapa saya bilang ada keraguan dalam penulisan novel kali ini? Jujur saja karena kali ini saya melibatkan banyak teori yang sedikit banyaknya harus saya garap dengan serius dan bisa dipertanggungjawabkan. Kenapa saya bilang harapan? Karena -jika- nanti ternyata novel ini berhasilk diselesaikan adalah salah satu pencapaian pribadi saya dalam menciptaka karya dengan serius dan juga harapan saya semoga nanti para pembaca dapat mengambil hikmah dari yang sudah saya tuliskan.


#ODOP DAY 8






Komentar

Unknown mengatakan…
Walaupun novel termasuk jenis cerita fiksi, tapi alur dan cerita harus mampu dipertanggungjawabkan, meski ngarang tapi juga pakai logika. Seperti kisah si A yang malamnya berada di Jakarta, tiba-tiba dalam cerita keesokannya sudah di Inggris, emang semudah itu pergi ke Inggris(?) tanpa memperhatikan jarak, waktu, visa, dll. Kecuali kalau ceritanya tentang dunia pertelepatian. Wkwk...

Maaf malah ngoceh sendiri, hehe

Pengen punya e book big bang-nya, gimana caranya bang?
Unknown mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Uncle Ik mengatakan…
Silahkan download langsung di link ini
https://www.dropbox.com/s/ufswsug993gz02d/BIG%20BANG.pdf?dl=0
Uncle Ik mengatakan…
Silahkan download langsung di link ini
https://www.dropbox.com/s/ufswsug993gz02d/BIG%20BANG.pdf?dl=0
Uncle Ik mengatakan…
https://www.dropbox.com/s/ufswsug993gz02d/BIG%20BANG.pdf?dl=0
Uncle Ik mengatakan…
Maaf link dropbox saya error, boleh minta alamat emailnya supaya bisa saya kirim langsung lewat email saja
Sabrina Lasama mengatakan…
Ahhh..tuhh kan...saya sudah curiga mas Ahmad ini penulis professional. Itu sudah punya novel. Maafkan kelancangan saya Yang nyuruh2 ngirim ke redaksi Dan ikut lomba segala..hehhehe

Saya mau eBook "Big Bang" nya. Berapakah harganya?
Bayar kemana?

Ini alamat email saya : Sabrina.lasama@yahoo.com
Uncle Ik mengatakan…
ebook nya gratis, sudah saya kirim ke email mbak Sabrina. itu cuma novel coba-coba belum terlalu bagus, mohon saran dan kritik nya
Bang Syaiha mengatakan…
Yang pertama aja saya belum kelar baca, eh udah mau yang kedua aja..
Semangat mas, semoga berhasil dan kelar..

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

MEREKAM KENANGAN: DEMENSIA

MEREKAM KENANGAN 1 Terima kasih banyak unuk keluarga, para sahabat, guru-guru dan mantan kekasih yang sudah bersedia menjalani banyak kenangan pahit dan manis bersama. Semoga dengan saya menuliskan cerita ini bisa membangkitkan  simpul-simpul kenangan yang sempat terlupa. Sebagian besar kisah dalam cerita ini -mungkin- pernah terjadi dalam hidup saya atau mungkin juga hanya fantasi dan reaksi alam bawah sadar saya yang secara langsung atau tidak langsung tidak bisa saya filter lagi karena penyakit yang saya derita ini.             Dua hari yang lalu aku terlambat sampai ke tempat kerja. Masalahnya sederhana, di perempatan jalan terakhir menuju ke tempat kerjaku tiba-tiba saja aku salah membelokkan motor yang aku kendarai, akibatnya aku harus memutar jauh dan terjebak kemacetan yang biasanya aku hindari. Sampai di tempat kerja aku menebak-nebak kenapa aku sampai bisa salah belok, apakah aku melamun? Padahal jalur yang aku tempuh sudah enam tahun lebih aku lalui, sampai aku h

MEREKAM KENANGAN: UNTUK DIA

MEREKAM KENANGAN 3 Kutuliskan cerita ini untuk mengenang satu nama. Jakarta. Siapa sih orang di Indonesia yang tidak mengenal nama kota ini? Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Jakarta yang walaupun sumpek tetap saja menjadi magnet orang-orang untuk mencari peruntungan. Jakarta, yang sejak lahir sampai sekarang menjadi tempat saya hidup. Dan, di kota inilah semua cerita ini bermula. Langit sore di bulan Juli itu redup, angin gemuruh. Di sebelah selatan tampak awan hitam mulai berarak. Sesekali kilatan petir tampak diiringi suara guruh yang samar. “Buruan baris! Wooiii…. Pada ngapain ngumpul di situ?” Tidak jelas suara teriakan siapa, yang aku tahu itu pasti salah satu seniorku. “Ini cewek tengil amat. Mau beken di sini, hah?” Tiba-tiba saja semua mata menatap ke satu titik yang di tuju. Seorang gadis berkulit putih dengan rambut lurus berponi sedang bersandar di pagar sekolah. Hari ini adalah hari terakhir Masa Orientasi Siswa di salah s