Langsung ke konten utama

BIG BANG 2 PART 5

Semakin umurnya bertambah, sensitifitas tubuhnya semakin menjadi-jadi. Dia teringat peristiwa beberapa tahun lalu saat sekolahnya mengadakan kegiatan study tour di pulau Onrust. Salah satu pulau bersejarah di sekitar kepulauan seribu.

Pada awal perjalanan semua terasa menyenangkan dan baik-baik saja. Banyak fenomena ganjil yang dia lihat di sepanjang tepian dan hutan di pulau itu, tapi bagi dia semua masih terasa normal. Saat malam hari pun semua normal, mereka menyalakan api unggun dan berkumpul sambil bernyanyi bersama. Tapi pagi itu semua terasa lain. Dari dalam tenda Fenna mendengar salah seorang pembinanya membentak-bentak dan berteriak. Dengan perasaan heran dia keluar dan berjalan menuju arah suara.

Di sana Fenna melihat Anna dan Fadil sedang dimarahi karena mereka kepergok sedang bermesraan. Tapi bukan itu masalah utamanya, Fenna merasakan ada gelombang amarah yang sangat besar dari kakak pembina.

Ada yang salah, itu yang pertama kali Fenna rasakan. Omelan yang diberikan pembina lebih merupakan perasaan sakit hati dibandingkan rasa kasih sayang pada anak didiknya. Bentakan ini lebih bersifat personal, bukan penegakkan disiplin.

Semakin keras bentakan itu, semakin besar gelombang amarah yang Fenna rasakan. Amarah itu terakumulasi ke arah laut, teramplifikasi berkali-kali lipat dan dilontarkan kembali langsung ke arahnya. Dia limbung, pandangannya berputar-putar, telinganya merasa pekak dan ada tekanan hebat di ulu hatinya. Dia hampir pingsan kalau saja temannya yang sedari tadi memperhatikannya tidak berteriak-teriak dan menghentikan bentakan pembinanya.

Perhatian orang-orang langsung tertuju kepadanya, dia segera dibopong dan dibawa ke tenda medis. Butuh beberapa menit bagi dia untuk sadar total. Berhentinya omelan pembina dan gabungan konsentrasi orang-orang yang bahu-membahu untuk kesembuhannya adalah obat yang paling mujarab dalam mempercepat pemulihannya.

Semakin dekat dia dengan orang-orang yang sibuk menanyakan keadaannya atau memberinya the manis hangat semakin mempercepat hilangnya rasa sakit di ulu hati.

Komentar

cuap-cuap ratih mengatakan…
"Amarah itu terakumulasi ke arah laut.." Suka bagian ini.:)
cuap-cuap ratih mengatakan…
"Amarah itu terakumulasi ke arah laut.." Suka bagian ini.:)
Sabrina Lasama mengatakan…
Dalam fantasy saya amarah Yang terakumulasi ke laut itu memberikan efek langsung pada air laut Dan membuat air laut bereaksi dengan cara membentuk gelombang Yang tinggi Dan bergulung-gulung. Heheh.

Penasaran lanjutanx.

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman y...

MEREKAM KENANGAN: BAPAK SINAGA

MEREKAM KENANGAN 3 Kuregangkan punggungku, lumayan pegal juga setelah menulis hampir setengah jam. Kulirik jam tanganku, sudah jam sebelas malam. Suara gerimis yang jatuh terdengar di atas genteng terdengar samar. Hujan ternyata, selama menulis tadi aku tidak mendengar suara hujan karena telingaku tertutup head phone . Pantas saja punggungku terasa dingin. Di cuaca seperti ini pasti enak sekali minum kopi, pikirku. Lalu aku bangun dan menuju ke dapur, mampir sebentar ke kamar mandi lalu masuk ke kamar tidur. Di dalam kamar aku duduk di tepi ranjang. Aku diam termenung, rasanya ada yang janggal, tapi aku tak tahu apa. Kunyalakan sebatang rokok. Asap mengepul. Kopi! Tadi aku mau menyeduh kopi. Kenapa bisa tiba-tiba lupa begini? Apakah karena demensia ini semakin parah? Kutepiskan pikiran itu, pasti hanya lupa biasa, batinku mencoba menenangkan diri. Segera beranjak dari kamar dan langsung ke dapur. Setelah selesai menyeduh kopi aku lewat ruang tamu. Laptop ku kok menyala ya?...

ABSURDITAS

            Kalau kamu percaya takdir, maka kamu juga harus percaya dengan cerita kita. Kita adalah anak-anak kesayangan takdir. Bayangkan saja, ada ribuan gedung di jakarta. Ada lebih dari sembilan juta manusia bersesakan di kota ini setiap harinya. Tapi takdir memilih kita untuk menjadi pemeran utama dalam drama kolosalnya. Kita, dua manusia kesepian yang terus berusaha meledakkan tawa dalam kesunyian. Kita, dua orang yang selalu menyelipkan belati di bawah bantal, takut mimpi buruk yang mencekam akan membuyarkan harapan semu kita.             Kita, aku dan kamu. Dua orang pilihan takdir yang diminta melakoni peran akbar dalam drama kolosalnya. Sayangnya takdir hanya memilih acak tanpa audisi apalagi melatih kita sebelumnya. Jadilah kita berdua terseok-seok, berdarah-darah, menangis sesegukan dalam memerankan tokoh kita yang serba tanpa ketentuan. Skenario tak...