Langsung ke konten utama

BIG BANG 2 PART 1

TITIK 1

NIKKI

Nikki ada di sebuah padang pasir yang luar biasa luas. Sejauh mata memandang hanya bukit pasir yang tampak, di balik bukit pasir itu masih ada puluhan bukit pasir lainnya yang menjulang berlekuk-lekuk menyerupai gelombang berwarna kecoklatan. Gersang. Matahari bersinar menantang. Bulat sempurna tanpa ada sedikitpun awan yang menghalanginya. Di mana aku berada? batinnya. Pemandangan seperti ini baru pertama kali dia lihat seumur hidup. Dia berjalan terseok-seok mendaki dan menuruni bukit pasir terus menerus, tak ada petunjuk jalan, tak ada patokan, dia merasa berjalan berputar-putar di tempat yang sama.

Setelah sekian lama berjalan dan kakinya mulai merasa lelah, dia duduk. Rasa takut mulai datang kalau-kalau dia tidak akan pernah menemukan jalan pulang. Pada titik itulah dia mulai mencoba-coba mengingat bagaimana dia bisa sampai terdampar di gurun pasir yang seolah tak berbatas ini. Buram, tak ada sepotong memoripun yang bisa dia ingat. Dia sepertinya mengalami amnesia yang parah.

Rasa takut dalam dirinya semakin menjadi-jadi. Dia bangkit dan memutuskan untuk berlari. Mendaki dan menuruni bukit pasir lagi, terus berulang-ulang sampai berguling-guling dalam keputus-asaan. Sekarang dia tergeletak tengadah sambil bertatap-tatapan langsung dengan matahari. Nafasnya terengah-engah, dia lelah, takut dan putus asa.

Tiba-tiba dari balik  bukit pasir di kejauhan dia mendengar suara gemuruh yang hebat. Pasir-pasir beterbangan. Matahari menghilang. Siang yang benderang berganti seketika menjadi malam yang pekat. Badai gurun. Jarak pandang matanya kini terbatas. Dia tidak bisa melihat apapun melebihi sepuluh meter di hadapannya. Pasir, pasir, di mana-mana pasir berhamburan, berputar-putar dan sebagian membentur tubuhnya. Dia lekas-lekas tiarap, khawatir angin badai mengangkat dan menghempaskan tubuhnya. Dia menutup mata, tidak berani menatap kejadian yang sedang terjadi. Suara gemuruh semakin jelas di telinganya, kejadian itu terjadi sekitar beberapa menit, lalu tiba-tiba semuanya kembali menjadi hening.

Nikki memberanikan diri membuka matanya perlahan-lahan. Dia masih di tempat yang sama. Matahari masih terang bersinar di atas kepalanya. Badai pasir sudah lenyap bahkan seolah-olah tidak pernah terjadi. Nikki duduk bersila. Ajaib, dia sekarang duduk di atas rermputan yang hijau. Dia edarkan pandangan. Seperti pergantian latar belakang panggung, semua yang dia tatap jumpalitan, bertransformasi, berubah bentuk, pasir-pasir berhamburan, berganti menjadi padang rumput hijau, hutan dan danau-danau jernih.

Tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan, dia mengucek-ngucek mata, mencoba memastikan kalau pemandangan yang kini dia lihat bukan fatamorgana karena otaknya terlalu lama terpanggang matahari. Nyata, semua tampak begitu nyata, bahkan rumput yang dia jejak bisa dia genggam. Dia ada di sebuah sabana luas dengan latar belakang hutan. Otaknya masih tak mampu mencerna semua peristiwa yang baru saja terjadi.

Tiba-tiba rasa haus yang luar biasa menyerang kerongkongannya. Mulutntya terasa terbakar. Lekas-lekas dia berlari menuju ke salah satu danau terdekat, berjongkok dan menciduk air dengan kedua telapak tangannya. Heran, bukannya rasa haus itu hilang, semakin banyak dia minum air, rasa haus dan perasaan kerongkongan terbakar malah semakin menjadi-jadi. Dia tergeletak lagi dengan wajah tengadah, rasa haus sudah tak bisa tertahan, dia dehidrasi padahal dia minum begitu banyak air barusan.

Dengan pandangan mata yang sudah mulai buram dia melihat ada seseorang yang datang. Orang itu memakai pakaian panjang serba hitam dan memakai penutup kepala mirip hoodie. Wanita, jelas sekali dia seorang wanita. Nikki bisa melihat dari bentuk rambut panjangnya yang bergelombang  berwarna tembaga, kulit wajahnya putih pucat. Saat dia menghampiri Nikki, Nikki bisa memastikan kalau mata gadis ini berwarna hazel, coklat terang. Gadis ini duduk lalu mengeluarkan sebuah cawan sambil berkomat-kamit seperti membaca mantra, menciduk air dari danau dan menggelontarkannya ke mulut Nikki yang masih megap-megap kehausan. Luar biasa, air yang kini Nikki minum bisa menghilangkan rasa hausnya. Nikki mencoba bangkit dan mengulurkan tangannya, mencoba menggapai tubuh gadis itu, tapi seperti bayangan, tubuh gadis itu seperti asap, tak bisa tersentuh. Nikki terus mencoba menggapainya, sia-sia, dia hanya seolah-olah menangkap ilusi, gadis itu tersenyum. Pandangan Nikki mulai berubah menjadi abu-abu sebelum semuanya menjadi gelap.

#ODOP DAY 9

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

MEREKAM KENANGAN: DEMENSIA

MEREKAM KENANGAN 1 Terima kasih banyak unuk keluarga, para sahabat, guru-guru dan mantan kekasih yang sudah bersedia menjalani banyak kenangan pahit dan manis bersama. Semoga dengan saya menuliskan cerita ini bisa membangkitkan  simpul-simpul kenangan yang sempat terlupa. Sebagian besar kisah dalam cerita ini -mungkin- pernah terjadi dalam hidup saya atau mungkin juga hanya fantasi dan reaksi alam bawah sadar saya yang secara langsung atau tidak langsung tidak bisa saya filter lagi karena penyakit yang saya derita ini.             Dua hari yang lalu aku terlambat sampai ke tempat kerja. Masalahnya sederhana, di perempatan jalan terakhir menuju ke tempat kerjaku tiba-tiba saja aku salah membelokkan motor yang aku kendarai, akibatnya aku harus memutar jauh dan terjebak kemacetan yang biasanya aku hindari. Sampai di tempat kerja aku menebak-nebak kenapa aku sampai bisa salah belok, apakah aku melamun? Padahal jalur yang aku tempuh sudah enam tahun lebih aku lalui, sampai aku h

MEREKAM KENANGAN: UNTUK DIA

MEREKAM KENANGAN 3 Kutuliskan cerita ini untuk mengenang satu nama. Jakarta. Siapa sih orang di Indonesia yang tidak mengenal nama kota ini? Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Jakarta yang walaupun sumpek tetap saja menjadi magnet orang-orang untuk mencari peruntungan. Jakarta, yang sejak lahir sampai sekarang menjadi tempat saya hidup. Dan, di kota inilah semua cerita ini bermula. Langit sore di bulan Juli itu redup, angin gemuruh. Di sebelah selatan tampak awan hitam mulai berarak. Sesekali kilatan petir tampak diiringi suara guruh yang samar. “Buruan baris! Wooiii…. Pada ngapain ngumpul di situ?” Tidak jelas suara teriakan siapa, yang aku tahu itu pasti salah satu seniorku. “Ini cewek tengil amat. Mau beken di sini, hah?” Tiba-tiba saja semua mata menatap ke satu titik yang di tuju. Seorang gadis berkulit putih dengan rambut lurus berponi sedang bersandar di pagar sekolah. Hari ini adalah hari terakhir Masa Orientasi Siswa di salah s