Langsung ke konten utama

PHARAS PULANG

Tiba-tiba saja dia datang, berdiri di depan pintuku di malam yang berhujan. Crash.... Crash.... Crash.... Duar....! Langit bergemuruh, petir berkilatan, kaca jendela bergetar hebat. Semesta terbahak-bahak. Pharas pulang. Siapa sangka setelah bertahun-tahun pencarian tanpa hasil, tiba-tiba saja malam ini sosok yang paling aku rindukan hadir.

Pharas pulang. Langsing tubuhnya yang dilatarbelakangi cahaya petir membiaskan siulet hitam di lantai granit, aku termangu. Antara bahagia dan ragu, mencoba mereka-reka yang kini aku hadapi adalah kenyataan atau hanya sebentuk fantasi.

Matamu sembab, bibirmu biru, tubuhmu menggigil hebat. Ada cerita besar di balik hadirmu di pintuku malam ini. Tapi apa? Aku tak pernah berani bertanya, hanya membimbingmu duduk di sofa dan menghidangkan teh manis hangat pengusir dingin di tubuh kuyupmu. Hampir satu jam kita duduk berhadapan. Dalam diam. Dalam ledakan langit yang semakin menjadi-jadi yang seolah menertawakan dan mempetanyakan kenapa seumur hidup aku tidak pernah benar-benar menjadi lelaki?

Dalam diam yang menyiksa ini aku hanya dapat meraba-raba sejauh mana kamu sudah pergi? Berapa banyak negeri yang pernah kamu singgahi? Berapa banyak wajah yang pernah kamu patri dalam hatimu? Tatapanmu kosong, tak berjiwa. Aku merasa kehadiranmu di pintuku sia-sia, dan kehadiranku di sampingmu kini jauh lebih sia-sia. Kita seperti dua oranga asing yang tak pernah kenal, tak pernah saling menyapa.

Tengah malam lewat. Suasana makin hening, kita masing-masing hanyut dalam fantasi kita sendiri. Aku dalam duniaku, dan kamu tenggelam di sebuah dunia entah berantah yang tak pernah mampu aku sambangi, bahkan dalam impian terliarku. Kita khidmat dalam diam, merenungi perkara hidup masing-masing. Kita terjebak dalam keheningan yang bahkan gemuruh guntur sehebat apapun takkan pernah mampu menggoyahkannya.

Jarum jam di sudut sudah menyentuh angka dua. Teh dalam gelas sudah habis setengah, tapi kita tetap syahdu dalam sepi ini. Tak ada satu katapun yang pernah terucap dalam detakan jam-jam yang magis ini. Aku tak pernah yakin kamu benar-benar hadir di sini. Aku alfa lalu henyak dalam mimpi.

Jam tujuh pagi aku terbangun dan tak pernah menemukanmu lagi, bahkan aku tak pernah yakin kalau kamu pernah hadir malam itu di sini. Saat aku melihat segelas teh manis yang tersisa di atas meja aku mulai meraba-raba kemugkinan hadirmu. Ya, kamu eksis, ada, dan pernah hadir di sini, menemaniku semalaman dengan bahasa yang sunyi.

Tapi tunggu, jangan-jangan tadi malam hanya sekedar fantasi.Hanya aku sendiri yang mengharapkan bayang-bayangmu hadir dan menyesap teh manis dari gelas itu.... atau.... atau.... entahlah....

#ODOP DAY 4

Komentar

Unknown mengatakan…
Mas Achmad critanya bagus n bikin pnasaran gitu akhirnya... Hadeeh Pharas pulang gak sih?
Unknown mengatakan…
Mas Achmad critanya bagus n bikin pnasaran gitu akhirnya... Hadeeh Pharas pulang gak sih?
Uncle Ik mengatakan…
nah itu dia, silakan ditebak, apakah Pharas benar-benar pulang atau cuma khayalan
Sabrina Lasama mengatakan…
suka banget tulisan tulisannya mas Ahmad ikhtiar. saya sudah baca beberapa termasuk tulisan yg bukan ODOP. ahh.keren pokoknya. sdh pernah dipublikasikan kemana mas tulisannya?
Uncle Ik mengatakan…
terima kasih banyak Mbak Sabrina. Belum pernah nyoba mempublikasikan kemana-mana, saya masih belajar menulis soalnya
Uncle Ik mengatakan…
terima kasih banyak Mbak Sabrina. Belum pernah nyoba mempublikasikan kemana-mana, saya masih belajar menulis soalnya
Sabrina Lasama mengatakan…
buat lebih panjang 3000-7000 kata. terus kirim ke majalah atau ikutkan lomba (lagi banyak lomba menulis 2016 ini mas. beberapa diantaranya bisa search di Google "cinta Dalam aksara" ,"green pen award ", " loma menulis nasional gema media". tulisan mas sudah sangat layak menurut saya. silahkan Dan selamat mencoba heheh
Uncle Ik mengatakan…
nanti coba saya cek di google, semoga saya punya keberanian dan rasa pede untuk ikut lomba menulis, terima kasih banyak sarannya Mbak Sabrina
Uncle Ik mengatakan…
nanti coba saya cek di google, semoga saya punya keberanian dan rasa pede untuk ikut lomba menulis, terima kasih banyak sarannya Mbak Sabrina

Postingan populer dari blog ini

MEREKAM KENANGAN: BAPAK SINAGA

MEREKAM KENANGAN 3 Kuregangkan punggungku, lumayan pegal juga setelah menulis hampir setengah jam. Kulirik jam tanganku, sudah jam sebelas malam. Suara gerimis yang jatuh terdengar di atas genteng terdengar samar. Hujan ternyata, selama menulis tadi aku tidak mendengar suara hujan karena telingaku tertutup head phone . Pantas saja punggungku terasa dingin. Di cuaca seperti ini pasti enak sekali minum kopi, pikirku. Lalu aku bangun dan menuju ke dapur, mampir sebentar ke kamar mandi lalu masuk ke kamar tidur. Di dalam kamar aku duduk di tepi ranjang. Aku diam termenung, rasanya ada yang janggal, tapi aku tak tahu apa. Kunyalakan sebatang rokok. Asap mengepul. Kopi! Tadi aku mau menyeduh kopi. Kenapa bisa tiba-tiba lupa begini? Apakah karena demensia ini semakin parah? Kutepiskan pikiran itu, pasti hanya lupa biasa, batinku mencoba menenangkan diri. Segera beranjak dari kamar dan langsung ke dapur. Setelah selesai menyeduh kopi aku lewat ruang tamu. Laptop ku kok menyala ya?

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

TRIP MEMANCING KE PULAU UNTUNG JAWA

Sebenarnya ini pengalaman saya yang sudah lumayan lama tapi saya rasa ada baiknya juga saya bagikan karena pengalaman memancing ini salah satu yang saya pikir paling unik. Kejadiannya sudah hampi dua tahun lalu, saya sudah menekuni hobi memancing sekitar tujuh tahun. Banyak juga pengalaman yang bisa saya bagikan di kesempatan yang lain. Seperti biasa, sebelum memulai trip memancing saya menyiapkan segala sesuatunya di darat. Perlengkapan memancing khusus laut, pakaian yang bisa melindungi dari sengatan matahari dan juga umpan. Saya berangkat dari rumah bersama tiga orang teman menuju daerah Dadap, Banten sekitar pukul dua dini hari. Perjalanan menggunakan sepeda motor memakan waktu kurang lebih satu jam. Sebelum tiba di Dadap biasanya saya mampir untuk membeli umpan berupa udang hidup. Harga udang waktu itu sekitar delapan puluh ribu rupiah per kilo. Saya membeli dua kilo, sekaligus membeli makanan untuk sarapan. Untuk makan siang diputuskan membeli langsung di Pulau U