Pembina yang tadi marah-marah pada temannya juga datang ke tenda medis, mengecek nadinya dan menanyakan sakit yang dia rasakan. Kali ini beda, dia merasakan kedamaian tiba-tiba. Bukan lagi amukan amarah yang meledak-ledak.
Kamu tidak apa-apa? tanyanya dengan wajah sedikit pias mengkhawatirkan salah satu anak yang harus dijaganya selama kegiatan study tour berlangsung.
Fenna diam saja. Dia masih sibuk memikirkan apa yang dialaminya barusan.
"Kamu sudah sarapan?" tanya kakak pembinanya lagi. Fenna mengangguk. Sekali lagi kakak pembina mengecek nadi Fenna. Setelah yakin semuanya normal dia meninggalkan tenda sambil berpesan agar Fenna tidak usah mengikuti sisa kegiatan yag akan dilakukan mengingat kadaannya yang kurang sehat.
Mungkin karena pengaruh obat atau karena mentalnya masih syok dengan kejadian yang dialaminya barusan, tiba-tiba Fenna merasa mengantuk. Dalam tidurnya dia bermimpi bertemu kakeknya yang sudah lama meninggal. Kakek Fenna adalah salah seorang Suku Dayak yang memiliki posisi terhormat. Ayahnya pernah berkata kalau kakeknya bertugas menjaga hutan Kalimantan, dan itu diemban kakeknya sampai dia meninggal.
Dalam mimpinya kakek Fenna datang menggunakan seragam adat kebersarannya bersama sekawanan hewan yang tak terhitung jumlahnya. Wajah-wajah hewan yang berdiri di belakang kakeknya menampakkan wajah marah, gusar dan tidak senang. Fenna senang bisa melihat wajah kakeknya lagi setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Kakek Fenna pun tersenyum, tapi di wajahnya tergambar jelas ada perasaan sedih yang sangat mendalam. Mereka tidak berucap satu sama lain dalam waktu yang lama, mereka hanya melepas kerinduan lewat tatapan mata.
Kakek Fenna berbalik ke arah hewan-hewan yang masih berdiri di belakangnya, secara serentak hewan-hewan pun duduk. Ada keheningan sebentar yang tercipta. Lalu kakek Fenna mengangguk-angguk seolah-olah sedang berbicara dengan kawanan hewan tersebut.
Kakek Fenna berbalik, kembali menghadap Fenna, kesedihan yang tergambar di wajahnya kini tergambar makin jelas. Fenna ingin mengucapkan sesuatu tapi seolah-olah suranya tidak bisa keluar.
Tiba-tiba wajah kakeknya menegang, "Pergilah ke reruntuhan di belakang pulau!! Pergilah ke reruntuhan di belakang pulau!! Pergilah ke reruntuhan di belakang pulau!!" Suara kakek Fenna tiba-tiba menggema sambil terus mengucapkan kata-kata yang diulang seperti mengisyaratkan sesuatu.
Fenna merasakan ketakutan yang luar biasa, dia menangis. Kakeknya berbalik dan berjalan menjauh diiringi kawanan hewan yang mendampinginya, tapi suaranya terus menggema seperti memantul-mantul. Perlahan tubuh kakekknya menjadi samar dan mulai menghilang.
Komentar