Langsung ke konten utama

TRIP MEMANCING KE PULAU UNTUNG JAWA



Sebenarnya ini pengalaman saya yang sudah lumayan lama tapi saya rasa ada baiknya juga saya bagikan karena pengalaman memancing ini salah satu yang saya pikir paling unik.

Kejadiannya sudah hampi dua tahun lalu, saya sudah menekuni hobi memancing sekitar tujuh tahun. Banyak juga pengalaman yang bisa saya bagikan di kesempatan yang lain.

Seperti biasa, sebelum memulai trip memancing saya menyiapkan segala sesuatunya di darat. Perlengkapan memancing khusus laut, pakaian yang bisa melindungi dari sengatan matahari dan juga umpan.

Saya berangkat dari rumah bersama tiga orang teman menuju daerah Dadap, Banten sekitar pukul dua dini hari. Perjalanan menggunakan sepeda motor memakan waktu kurang lebih satu jam. Sebelum tiba di Dadap biasanya saya mampir untuk membeli umpan berupa udang hidup. Harga udang waktu itu sekitar delapan puluh ribu rupiah per kilo. Saya membeli dua kilo, sekaligus membeli makanan untuk sarapan. Untuk makan siang diputuskan membeli langsung di Pulau Untung Jawa.

Tiba di rumah Kang Ato, kapten sekaligus pemilik perahu yang biasa saya sewa untuk trip memancing sekitar pukul setengah tiga dini hari.
Kang Ato. Sumber: dokumentasi pribadi

Setelah sarapan yang terlalu pagi, menyeduh kopi yang lalu dimasukkan ke dalam termos, kami mulai meninggalkan pelabuhan Dadap sekitar pukul tiga dini hari.

Perjalanan menuju spot memancing di sekitar Pulau Untung Jawa memakan waktu hampir tiga jam menggunakan perahu kecil bermesin klotok.

Sebagai informasi tambahan, Kang Ato, kapten perahu kami aslinya adalah nelayan kerang di sekitar Dadap, jadi beliau tidak tahu terlalu banyak tentang titik-titik memancing yang potensial, tapi jika menyangkut navigasi kapal, beliau ahlinya.

Sebelumnya saya sempat mendegnar kabar jika di sekitar Karang Dapur sedang banyak ikan yang untuk dipancing. Jadi saya meminta Kang Ato untuk untuk membawa kami ke Karang Dapur.

Sebelum berangkat satu orang teman saya yang bertempat tinggal di sekitar Dadap juga sempat bergabung, jadilah kami total berenam berdesakan di atas perahu kecil yang panjangnya sekitar delapan meter.

Tiba di lokasi, saya langsung lemparkan jangkar untuk menambatkan perahu. Sebagai tambahan, karang dapur dulunya adalah sebuah pulau yang tenggelam. Biasanya pada bekas pulau yang tenggelam ini banyak sekali hamparan karang yang memungkinkan berkumpulnya ikan. Tapi yang menjadi masalah adalah biasanya pergerakan ombak di tempat seperti ini kurang stabil.

Benar dugaan saya, lemparan pertama, umpan saya langsung di makan ikan. Seekor ikan kerapu berukuran sedang landed di atas perahu.

Saya strike kerapu. Sumber: dokumentasi pribadi
Hal ini memacu teman-teman yang lain untuk segera melemparkan umpan mereka. Tidak butuh waktu lama kami sudah asyik menngangkat ikan-ikan yang langsung memakan umpan kami begitu umpan menyentuh dasar laut. Ukurannya pun lumayan besar.

Berbagai jenis ikan karang seperti kerapu, lencam, kakatua dari berbagai ukuran berhasil landed. Bahkan Kang Ato berhasil menaikkan ikan terbang. Seumur hidup saya baru pertama kali melihat ikan terbang secara langsung.
Ojek strike. Sumber: dokumentasi pribadi

Sekitar pukul sebelas siang, matahari semakin terik, sebagian dari kami juga mulai kelelahan. Saya putuskan untuk merapat ke Pulau Untung Jawa sekaligus makan siang.

Pulau Untung Jawa adalah sebuah pualu wisata yang sedang bergeliat, di bagian belakang pulau banyak disediakan wahana permainan untuk pengunjung seperti snorkeling, banana boat dan wahana wisata lainnya untuk menarik wisatawan.

Pulau Untung Jawa. Sumber: hananan.com
Kami makan siang sambil bersitirahat sebentar, beberapa teman memanfaatkan waktu istirahat untuk tidur siang. Sebagian lagi memanfaatkan waktu untuk memancing dari sekitar dermaga menggunakan piranti khusus untuk surf casting berupa joran dengan panjang minimal tiga meter. Tentu saja hasil yang didapat tidak sebaik memancing di atas perahu.

Sekitar pukul setengah tiga sore kami memutuskan untuk pulang. Tiba-tiba sekitar dua ratus meter dari dermaga saya melihat kibasan sirip yang cukup besar, panjaganya sektar dua meter. Beberapa teman yang ikut menyaksikan terlihat ngeri.

Saya coba pastikan jenis ikannya, saat saya sadari kalau itu adalah sirip hiu macan, saya meminta Kang Ato untuk mendekat. Saya jelaskan bahwa hiu macan adalah jenis hiu yang ramah, bukan jenis hiu yang ganas seperti umumnya.

Kami coba dekati, ternyata hiu macan malah bergerak ke arah kami. Saya minta Kang Ato mematikan mesin, khawatir baling-baling melukai tubuhnya.

Hiu macan. Sumber: dokumentasi pribadi

Hiu macan. Sumber: dokumentasi pribadi

Hiu macan. Sumber: dokumentasi pribadi

Hiu macan. Sumber: dokumentasi pribadi

Hiu macan. Sumber: dokumentasi pribadi

Hiu macan. Sumber: dokumentasi pribadi
Jarak kami sekarang hanya terpaut sekitar satu meter, saya bisa lihat dengan jelas. Ukuran hiu macan tersebut sekitar sepuluh sampai sebelas meter. Saya membandngkannya dengan panjang perahu kami. Ukuran hiu macan tersebut jauh lebih panjang.

Tentu saja hal itu membuat kami ngeri, kalau tiba-tiba saja hiu macan tersebut bermanuver di bawah perahu kami, bukan tidak mungkin perahu kami akan terbalik.
 
Sebagian hasil memancing. Sumber: Dokumentasi pribadi

Sebagian hasil memancing: Dokumentasi pribadi

Untung saja hiu macan tersebut hanya berputar-putar di sekitar perahu. Bahkan beberapa kali sempat mendekat sehingga memudahkan kami untuk menyentuh sekaligus mengambil gambarnya.

Setelah bermain-main selama lima belas menit, kami putuskan untuk melanjutkan perjanan menginngat waktu semakin sore.

Benar-benar sebuah pengalaman mancing yang berharga.

Di lain kesempatan akan saya coba bagi lagi beberapa pengalaman saya saat memancing.

Salam.

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

MEREKAM KENANGAN: DEMENSIA

MEREKAM KENANGAN 1 Terima kasih banyak unuk keluarga, para sahabat, guru-guru dan mantan kekasih yang sudah bersedia menjalani banyak kenangan pahit dan manis bersama. Semoga dengan saya menuliskan cerita ini bisa membangkitkan  simpul-simpul kenangan yang sempat terlupa. Sebagian besar kisah dalam cerita ini -mungkin- pernah terjadi dalam hidup saya atau mungkin juga hanya fantasi dan reaksi alam bawah sadar saya yang secara langsung atau tidak langsung tidak bisa saya filter lagi karena penyakit yang saya derita ini.             Dua hari yang lalu aku terlambat sampai ke tempat kerja. Masalahnya sederhana, di perempatan jalan terakhir menuju ke tempat kerjaku tiba-tiba saja aku salah membelokkan motor yang aku kendarai, akibatnya aku harus memutar jauh dan terjebak kemacetan yang biasanya aku hindari. Sampai di tempat kerja aku menebak-nebak kenapa aku sampai bisa salah belok, apakah aku melamun? Padahal jalur yang aku tempuh sudah enam tahun lebih aku lalui, sampai aku h

MEREKAM KENANGAN: UNTUK DIA

MEREKAM KENANGAN 3 Kutuliskan cerita ini untuk mengenang satu nama. Jakarta. Siapa sih orang di Indonesia yang tidak mengenal nama kota ini? Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Jakarta yang walaupun sumpek tetap saja menjadi magnet orang-orang untuk mencari peruntungan. Jakarta, yang sejak lahir sampai sekarang menjadi tempat saya hidup. Dan, di kota inilah semua cerita ini bermula. Langit sore di bulan Juli itu redup, angin gemuruh. Di sebelah selatan tampak awan hitam mulai berarak. Sesekali kilatan petir tampak diiringi suara guruh yang samar. “Buruan baris! Wooiii…. Pada ngapain ngumpul di situ?” Tidak jelas suara teriakan siapa, yang aku tahu itu pasti salah satu seniorku. “Ini cewek tengil amat. Mau beken di sini, hah?” Tiba-tiba saja semua mata menatap ke satu titik yang di tuju. Seorang gadis berkulit putih dengan rambut lurus berponi sedang bersandar di pagar sekolah. Hari ini adalah hari terakhir Masa Orientasi Siswa di salah s