Langsung ke konten utama

MENGATASI KEBUNTUAN DALAM MENCARI IDE TULISAN

sumber: odiesign.blogspot.co.id

Sering kali sebagai penulis kita dihadapkan pada sebuah masalah yang sangat pelik, kebuntuan dalam menulis.  Hal ini tidak saja dialami oleh para penulis pemula. Penulis-penuis ternama pun pasti pernah mengalami hal ini. Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan seorang penulis terjebak dalam kebuntuan ini.

Kurangnya ide untuk dituliskan. Sebenarnya ini adalah masalah klasik bukan hanya untuk penulis tapi untuk semua pegiat seni, buntunya ide bisa menjadi tembok penghalang kreativitas yang pada akhirnya menyebabkan para pegiat seni beristirahat panjang atau mungkin istirahat selama-lamanya dari duna seni.

Ada beberapa hal yang menyebabkan sulitnya mendapatkan ide. Sering kali saya singgung pada acara bedah tulisan, seorang penulis yang baik tidak boleh menunggu ilham datang mengetuk pintu tapi kita sendri yang harus merobohkan semua dinding penyekat antara diri kita dengan ilham sehingga ilham bisa datang kapan saja.

Pertanyaan besarnya adalah bagaimana cara merobohkan dinding itu?

Biasanya saya pribadi melakukan beberapa trik untuk menangkap ide.

Pertama musik, ini adalah media yang paling ampuh untuk saya memunculkan ide. Setiap harinya tidak kurang dari dua puluh lagu yang saya dengarkan walaupun tidak selalu lagu baru. Kadang ada beberapa bagian lirik lagu yang selalu teringat sepanjang hari, fenomena ini disebut worm ear. Dari potongan lirik itulah saya biasanya menginterpretasikan sendiri walaupun jauh dari tema lagu secara keseluruhan, teorinya, semakin jauh interpretasi kita dari tema lagu, akan semakin baik.

Misalnya saya pernah mendengar sebuah lagu dari Pearl Jam yang berjudul Jeremy, ada satu potongan lirik yang selalu diulang-ulang pada lagu itu yang berbunyi ‘Jeremy Spoke in class today’. Berbekal rasa penasaran lalu saya telusuri sumber ide dari lagu tersebut. Fase berikutnya saya tenggelam dalam teori filsafat Albert Camus tentang bunuh diri.

Hasil penelusuran tersebut berbuah dua tulisan dalam rentang waktu yang berbeda, yang pertama ‘Suicide Solution: Memoar of King Jeremy’ dan yang kedua adalah ‘Hanya Sebuah Doa sederhana’ yang lebih mengetengahkan pada fase setelah semua pencarian manusia selesai akhirnya adalah sebuah kepahitan dan diakhiri dengan pilihan bunuh diri. Tulisan kedua secara jelas dipengaruhi filsafat Albert Camus.

Sekarang semakin jelaslah betapa pentingnya sebuah karya –dalam hal ini musik- untuk menguatkan kita dalam menggali ide-ide karena sejatinya sebuah karya yang baik adalah sebuah karya yang bisa mentransformasikan dirinya ke dalam bentuk yang lain. Dari proses di atas kita dapat melihat sebuah musik yang setelah diurut memiliki korelasi dengan sebauh filsafat saat samapi di tangan saya, bentuknya berubah lagi menjadi sebauh artikel dan cerpen.

Pada bagian berikutnya kita akan bahas lagi beberapa trik untuk menggali ide dalam menulis.

Sekian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

MEREKAM KENANGAN: DEMENSIA

MEREKAM KENANGAN 1 Terima kasih banyak unuk keluarga, para sahabat, guru-guru dan mantan kekasih yang sudah bersedia menjalani banyak kenangan pahit dan manis bersama. Semoga dengan saya menuliskan cerita ini bisa membangkitkan  simpul-simpul kenangan yang sempat terlupa. Sebagian besar kisah dalam cerita ini -mungkin- pernah terjadi dalam hidup saya atau mungkin juga hanya fantasi dan reaksi alam bawah sadar saya yang secara langsung atau tidak langsung tidak bisa saya filter lagi karena penyakit yang saya derita ini.             Dua hari yang lalu aku terlambat sampai ke tempat kerja. Masalahnya sederhana, di perempatan jalan terakhir menuju ke tempat kerjaku tiba-tiba saja aku salah membelokkan motor yang aku kendarai, akibatnya aku harus memutar jauh dan terjebak kemacetan yang biasanya aku hindari. Sampai di tempat kerja aku menebak-nebak kenapa aku sampai bisa salah belok, apakah aku melamun? Padahal jalur yang aku tempuh sudah enam tahun lebih aku lalui, sampai aku h

MEREKAM KENANGAN: UNTUK DIA

MEREKAM KENANGAN 3 Kutuliskan cerita ini untuk mengenang satu nama. Jakarta. Siapa sih orang di Indonesia yang tidak mengenal nama kota ini? Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Jakarta yang walaupun sumpek tetap saja menjadi magnet orang-orang untuk mencari peruntungan. Jakarta, yang sejak lahir sampai sekarang menjadi tempat saya hidup. Dan, di kota inilah semua cerita ini bermula. Langit sore di bulan Juli itu redup, angin gemuruh. Di sebelah selatan tampak awan hitam mulai berarak. Sesekali kilatan petir tampak diiringi suara guruh yang samar. “Buruan baris! Wooiii…. Pada ngapain ngumpul di situ?” Tidak jelas suara teriakan siapa, yang aku tahu itu pasti salah satu seniorku. “Ini cewek tengil amat. Mau beken di sini, hah?” Tiba-tiba saja semua mata menatap ke satu titik yang di tuju. Seorang gadis berkulit putih dengan rambut lurus berponi sedang bersandar di pagar sekolah. Hari ini adalah hari terakhir Masa Orientasi Siswa di salah s