Langsung ke konten utama

MENYOAL WRITER'S BLOCK

sumber: theoddysseyonline.com


Beberapa kali saat saya berbincang-bincang dengan beberapa teman penulis seringkali saya bertanya tentang perkembangan tulisan mereka. Beberapa teman menjawabnya dengan antusias sebagian lagi mengeluh tentang betapa sulitnya belakangan ini menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan.

Saat saya tanyakan sudah berapa lama kondisi tersebut berlangsung, mereka menjawab dengan jawaban yang bervariasi. Ada yang baru beberapa hari, ada juga yang sudah berminggu-minggu.

Sebenarnya baik sadar atau tidak, teman yang sedang mengalami ‘puasa’menulis ini sedang mengalamai sebuah sindrom yang dinamakan writer’s block.

Apa sih writer’s block itu? Secara garis besar dapat dijelaskan jika  Writer’s block adalah suatu keadaan di mana seseorang penulis tidak dapat menuangkan segala idenya ke dalam tulisan. 

Ada beberpa sebab yang menjadikan seorang penulis ‘mandeg’ berkreasi. Berikut ini akan saya paparkan beberapa sebabnya.

Pertama adalah minimnya pengetahuan tentang penggunaan EBI (Ejaan Bahasa Indonesia). Bagi Anda yang sudah terbiasa membaca buku Raditya Dika atau Lupus atau mungkin juga beberapa teenlit sejenis pasti akan merasa jika menulis itu sebenarnya mudah saja. Anda bisa menulis semua kejadian sederhana yang Anda alami sekehendak hati. Masalah yang mengganjal adalah jika suatu ketika Anda dihadapkan pada materi tulisan yang bersifat formal.

Ide, tema, alur dan lain sebagainya sudah Anda siapkan di draft, tapi saat Anda akan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan secara utuh Anda akan terbentur rasa ragu apakah gaya penulisan Anda sudah benar atau belum?

Bagaimana cara menggunakan awalan di, digabung atau dipisah dengan kata dasarnya? Atau apakah kata yang anda gunakan sudah baku atau belum? Keraguan ini, jika terus berlarut-larut akan menyebabkan Anda stuck dan bukan tidak mungkin akan menghambat kreatifitas anda dalam menulis.

Jadi mulai sekarang, pertimbangkan untuk mulai menulis secara benar baik dalam pemilihan kata maupun semua aturan penulisannya. Sehinngga suatu ketika Anda diharuskan menulis secara resmi anda sudah terbiasa.

Kedua adalah kurangnya ide untuk dituliskan. Banyak orang yang semula berangan-angan ingin menjadi seorang penulis terpaksa harus melupakan impiannya dikarenakan sebuah masalah sederhana tapi yang paling utama, tidak memiliki ide untuk dituliskan.

Untuk solusi masalah ini, silakan baca tulisan saya yang berjudul Mengatasi Kebuntuan Dalam Mencari Ide Tulisan (bagian1-3).

Semoga pemaparan saya di tulisan tersebut bisa membantu teman-teman menemukan ide untuk dituliskan.

Permasalahan ketiga adalah kurangnya percaya diri. Harus jujur saya akui banyak sekali di luar sana penulis yang bagus. Seringkali saya mendapat tulisan yang dikirimkan kepada saya untuk dimintai saran atau kritik, seringkali jawaban saya adalah tidak ada saran maupun kritik untuk tulisan yang saya koreksi tersebut.

Tetap saja penulis meminta koreksi mengatakan jika tulisannya belum bagus, kurang layak untuk dibaca. Ingin sekali saya mengatakan yang harus dikoreksi bukanlah tulisan Anda tapi kepercayaan diri Anda.

Kesalahan terbesar seorang penulis-terlebih pemula- adalah terlalu seringnya membandingkan dengan tulisan penulis lain yang lebih dahulu terkenal. Untuk saya itu adalah cara bunuh diri terbaik untuk merelakan impian Anda menjadi seorang penulis.

Saya adalah orang yang mempercayai jika setiap penulis memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Tidak pernah ada seorang penulis yang menghasilkan sebuah karya yang sempurna.

Jadi, mulai saat ini yakinlah dengan diri anda terlebih dengan tulisan yang anda hasilkan.

Pada bagian lain akan saya coba paparkan tentang solusi lainnya menyikapi writer’s block karena dikahawatirkan writer’s block yang berkepanjangan akan mengantarkan Anda pada big break dalam menulis.

Semoga membantu.

Salam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

MEREKAM KENANGAN: DEMENSIA

MEREKAM KENANGAN 1 Terima kasih banyak unuk keluarga, para sahabat, guru-guru dan mantan kekasih yang sudah bersedia menjalani banyak kenangan pahit dan manis bersama. Semoga dengan saya menuliskan cerita ini bisa membangkitkan  simpul-simpul kenangan yang sempat terlupa. Sebagian besar kisah dalam cerita ini -mungkin- pernah terjadi dalam hidup saya atau mungkin juga hanya fantasi dan reaksi alam bawah sadar saya yang secara langsung atau tidak langsung tidak bisa saya filter lagi karena penyakit yang saya derita ini.             Dua hari yang lalu aku terlambat sampai ke tempat kerja. Masalahnya sederhana, di perempatan jalan terakhir menuju ke tempat kerjaku tiba-tiba saja aku salah membelokkan motor yang aku kendarai, akibatnya aku harus memutar jauh dan terjebak kemacetan yang biasanya aku hindari. Sampai di tempat kerja aku menebak-nebak kenapa aku sampai bisa salah belok, apakah aku melamun? Padahal jalur yang aku tempuh sudah enam tahun lebih aku lalui, sampai aku h

MEREKAM KENANGAN: UNTUK DIA

MEREKAM KENANGAN 3 Kutuliskan cerita ini untuk mengenang satu nama. Jakarta. Siapa sih orang di Indonesia yang tidak mengenal nama kota ini? Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Jakarta yang walaupun sumpek tetap saja menjadi magnet orang-orang untuk mencari peruntungan. Jakarta, yang sejak lahir sampai sekarang menjadi tempat saya hidup. Dan, di kota inilah semua cerita ini bermula. Langit sore di bulan Juli itu redup, angin gemuruh. Di sebelah selatan tampak awan hitam mulai berarak. Sesekali kilatan petir tampak diiringi suara guruh yang samar. “Buruan baris! Wooiii…. Pada ngapain ngumpul di situ?” Tidak jelas suara teriakan siapa, yang aku tahu itu pasti salah satu seniorku. “Ini cewek tengil amat. Mau beken di sini, hah?” Tiba-tiba saja semua mata menatap ke satu titik yang di tuju. Seorang gadis berkulit putih dengan rambut lurus berponi sedang bersandar di pagar sekolah. Hari ini adalah hari terakhir Masa Orientasi Siswa di salah s