Langsung ke konten utama

MENGATASI KEBUNTUAN DALAM MENCARI IDE TULISAN-2

sumber: blog.pekku.com


Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan saya sebelumnya tentang pencarian ide.

Teknik berikutnya yang biasa saya terapkan saat ide sedang buntu adalah biasanya menonton film, walaupun sejujurnya film jauh lebih rentan untuk menjebak kita pada proses plagiasi tanpa kita sadari. Kenapa? Karena film memberikan celah sedikit sekali untuk kita bisa menginterpretasi ulang sebuah cerita. Tapi film bisa memberikan dua kelebihan. Pertama, film bisa menjadi alternatif rekreasi agar pikiran kita menjadi lebih segar, menghilangkan rasa jenuh karena rutinitas sehari-hari yang pada nantinya juga akan memberikan kita sebuah semangat baru untuk menulis.

Kedua, film-karena disajikan melalui gambar dan suara-lebih mudah bagi kita untuk menikmati konsep yang ingin disajikan oleh pembuat film secara keseluruhan. Ini berarti kita tidak harus selelah membayangkan suatu cerita seperti saat membaca buku. Dalam film, adegan yang sepertinya begitu sulit dideskripsikan dalam tulisan bisa dengan mudah diceritakan melalui media gambar yang bergerak. Keuntungan lain yang bisa kita ambil adalah membuat kita tersadar betapa banyaknya ide di luar sana-baik sederhana maupun rumit- yang masih belum kita gali.

Tapi harus saya akui, ada beberapa tulisan yang bahkan sedemikian rumitnya sehingga hampir mustahil untuk difilmkan, misalnya novel Supernova-Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh.

Jadi silakan menonton film saat waktu luang Anda, selain sebagai sarana rekreasi film juga ternyata bermanfaat untuk pencarian ide.

Teknik paling jitu dan paling mudah untuk mencari ide adalah membaca, membaca dan membaca. Rekreasi paling mudah adalah membaca, rekreasi paling murah adalah membaca. Saya sempat bingung kenapa minat membaca di Indonesia begitu rendah, padahal hampir setiap minggu selalu terbit buku-buku bagus dari berbagai genre.

Keuntungan yang paling besar dari membaca untuk seorang penulis adalah karena tulisan memberikan ruang interpretasi yang sangat besar. Maksudnya kita bisa membayangkan dengan persepsi kita sendiri terhadap tulisan yang kita baca. Hampir setiap orang bisa dengan mudah masuk dan merasa  menjadi tokoh utama saat membaca sebuah tulisan. 

Secara pribadi, saya begitu banyak dipengaruhi oleh bacaan yang saya baca saat akan membuat sebuah tulisan.  Misalnya, tulisan saya yang berjudul ‘Blues Malaria’ jelas sekali tulisan itu saya buat langsung setelah saya membaca ulang sebuah sajak W.S. Rendra yang berjudul Blues Untuk Bonnie. Tulisan itu seolah menjadi tanggapan balik untuk Blues Untuk Bonnie.

Atau tulisan ‘Rukoyah Ingin Pulang’ kalau dicermati bukanlah sebuah tulisan yang benar-benar baru. Itu hanya sebuah interpretasi ulang dari sajak W.S. Rendra yang berjudul Nyanyian Angsa. Baik ‘Rukoyah Ingin Pulang’ atau Nyanyian Angsa kedua-duanya bercerita tentang kesengsaraan seorang pelacur yang terkena penyakit kelamin.

Saya banyak mendapat pengaruh dari W.S Rendra, Sitor Situmorang, Khalil Gibran dan Rabindranath Tagore. Kenapa semuanya berbentuk sajak? Karena bagi saya sajak memiliki kesan yang kuat sehingga mampu menggugah saya untuk memunculkan ide dan mulai menulis, tapi hal ini belum tentu berlaku untuk setiap orang. 

Tugas Anda sekarang adalah mulai membaca beberapa buku dari genre yang berbeda dan mulai memilah buku dari genre apa yang paling mudah bagi Anda untk memunculkan ide tulisan.

Selamat membaca dan memilah.

Sekian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEREKAM KENANGAN: BAPAK SINAGA

MEREKAM KENANGAN 3 Kuregangkan punggungku, lumayan pegal juga setelah menulis hampir setengah jam. Kulirik jam tanganku, sudah jam sebelas malam. Suara gerimis yang jatuh terdengar di atas genteng terdengar samar. Hujan ternyata, selama menulis tadi aku tidak mendengar suara hujan karena telingaku tertutup head phone . Pantas saja punggungku terasa dingin. Di cuaca seperti ini pasti enak sekali minum kopi, pikirku. Lalu aku bangun dan menuju ke dapur, mampir sebentar ke kamar mandi lalu masuk ke kamar tidur. Di dalam kamar aku duduk di tepi ranjang. Aku diam termenung, rasanya ada yang janggal, tapi aku tak tahu apa. Kunyalakan sebatang rokok. Asap mengepul. Kopi! Tadi aku mau menyeduh kopi. Kenapa bisa tiba-tiba lupa begini? Apakah karena demensia ini semakin parah? Kutepiskan pikiran itu, pasti hanya lupa biasa, batinku mencoba menenangkan diri. Segera beranjak dari kamar dan langsung ke dapur. Setelah selesai menyeduh kopi aku lewat ruang tamu. Laptop ku kok menyala ya?

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

TRIP MEMANCING KE PULAU UNTUNG JAWA

Sebenarnya ini pengalaman saya yang sudah lumayan lama tapi saya rasa ada baiknya juga saya bagikan karena pengalaman memancing ini salah satu yang saya pikir paling unik. Kejadiannya sudah hampi dua tahun lalu, saya sudah menekuni hobi memancing sekitar tujuh tahun. Banyak juga pengalaman yang bisa saya bagikan di kesempatan yang lain. Seperti biasa, sebelum memulai trip memancing saya menyiapkan segala sesuatunya di darat. Perlengkapan memancing khusus laut, pakaian yang bisa melindungi dari sengatan matahari dan juga umpan. Saya berangkat dari rumah bersama tiga orang teman menuju daerah Dadap, Banten sekitar pukul dua dini hari. Perjalanan menggunakan sepeda motor memakan waktu kurang lebih satu jam. Sebelum tiba di Dadap biasanya saya mampir untuk membeli umpan berupa udang hidup. Harga udang waktu itu sekitar delapan puluh ribu rupiah per kilo. Saya membeli dua kilo, sekaligus membeli makanan untuk sarapan. Untuk makan siang diputuskan membeli langsung di Pulau U