Langsung ke konten utama

PERMINTAAN MAAF



Sedikit minder rasanya bagi saya untuk menuliskan ini, tapi harus saya akui ada break besar dalam produktivitas kepenulisan saya belakangan ini. Beberapa kali saya coba anaisa, hal pertama yang saya permasalahkan adalah waktu. Saya biasa memulai aktivitas kerja rutin sekitar pukul sembilan pagi dan berlangsung selama dua belas jam, artinya pukul sembilan malam saya baru selesai bekerja. Padahal saya harus mengisi bedah tulisan, buku atau film di ODOP 3 jam delapan malam selama empat hari dalam seminggu. Artinya ada persilangan waktu satu jam, jadwal yang bertumpuk antara pekerjaan saya dan jadwal bedah tulisan, buku atau film di ODOP 3.

Kegiatan bedah berlangsung sampai pukul sepuluh malam, kadang jika ada sesuatu hal yang masih harus dibahas akan terjadi penambahan waktu yang cukup panjang. Setelah itu, biasanya saya terlalu lelah untuk mulai menulis di blog. Kegiatan ini sudah berlangsung cukup lama. Itu hal pertama yang saya pikir biang keladi kemandekan saya dalam menulis.

Bang Syaiha selaku founder dari gerakan ODOP sudah memberi dispensasi, setidaknya satu atau dua tulisan setiap minggunya, tapi ternyata tetap saja saya tidak mampu mengejar tagihan tulisan yang harus saya setor. Pada kondisi ini tentu saja saya yang salah dan saya harus mengakui kalau itu memang kesalahan saya, libur akhir pekan tidak mampu saya manfaatkan dengan baik karena satu atau dua alasan.

Menimbang dari permasalahan pertama tadi akhirnya saya mulai banyak bercermin dari teman-teman ODOP yang lain. Saya percaya mereka jauh lebih sibuk dan memikul tanggung jawab yang jauh lebih besar dari saya, tapi ternyata mereka masih mampu menulis setiap hari dengan baik.

Oleh karena itu, saya menyatakan untuk memutar haluan. Ke depannya, blog ini sebagian besar tidak akan diisi lagi dengan tulisan berbentuk cerpen, puisi atau tulisan lain yang sejenis. Saya memutuskan untuk menuliskan kegiatan keseharian saya, karena dirasa lebih mudah dan tidak membutuhkan proses penulisan yang terlalu lama.

Pertanyaanya, apakah saya akan berhenti untuk menulis cerpen, puisi dan yang lainnya? Jawabannya adalah TIDAK. Bagaimanapun juga, ketertarikan saya dalam dunia tulis menulis berangkat dari sana dan rasanya akan sulit sekali untuk meninggalkan akar tersebut.

Saya berencana untuk menerbitkan tulisan saya dalam bentuk buku yang Insya Allah jika semuanya lancar akan saya terbitkan secara berkala setiap minimal tiga bulan sekali. Sayangnya, buku tersebut saya terbitkan secara self publish yang artinya teman-teman yang ingin membacanya harus memesan langsung kepada saya dan harus mengeluarkan sejumlah uang untuk biaya pembuatan dan ongkos kirimnya.

Jadi ada dua hal yang harus saya mintakan maaf kepada teman-teman semua. Pertama, karena perubahan haluan isi blog saya. Kedua, untuk teman-teman yang ingin menikmati tulisan saya harus mengeluarkan sejumlah uang tertentu.

Sekian kiranya, semoga maklum dan bisa memahami permasalahan yang saya hadapi saat ini. Semoga saya masih bisa tetap konsisten dalam menulis. Terima kasih untuk teman-teman semua yang sampai saat ini tidak pernah lelah dan selalu mendukung saya dalam menulis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEREKAM KENANGAN: BAPAK SINAGA

MEREKAM KENANGAN 3 Kuregangkan punggungku, lumayan pegal juga setelah menulis hampir setengah jam. Kulirik jam tanganku, sudah jam sebelas malam. Suara gerimis yang jatuh terdengar di atas genteng terdengar samar. Hujan ternyata, selama menulis tadi aku tidak mendengar suara hujan karena telingaku tertutup head phone . Pantas saja punggungku terasa dingin. Di cuaca seperti ini pasti enak sekali minum kopi, pikirku. Lalu aku bangun dan menuju ke dapur, mampir sebentar ke kamar mandi lalu masuk ke kamar tidur. Di dalam kamar aku duduk di tepi ranjang. Aku diam termenung, rasanya ada yang janggal, tapi aku tak tahu apa. Kunyalakan sebatang rokok. Asap mengepul. Kopi! Tadi aku mau menyeduh kopi. Kenapa bisa tiba-tiba lupa begini? Apakah karena demensia ini semakin parah? Kutepiskan pikiran itu, pasti hanya lupa biasa, batinku mencoba menenangkan diri. Segera beranjak dari kamar dan langsung ke dapur. Setelah selesai menyeduh kopi aku lewat ruang tamu. Laptop ku kok menyala ya?

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

TRIP MEMANCING KE PULAU UNTUNG JAWA

Sebenarnya ini pengalaman saya yang sudah lumayan lama tapi saya rasa ada baiknya juga saya bagikan karena pengalaman memancing ini salah satu yang saya pikir paling unik. Kejadiannya sudah hampi dua tahun lalu, saya sudah menekuni hobi memancing sekitar tujuh tahun. Banyak juga pengalaman yang bisa saya bagikan di kesempatan yang lain. Seperti biasa, sebelum memulai trip memancing saya menyiapkan segala sesuatunya di darat. Perlengkapan memancing khusus laut, pakaian yang bisa melindungi dari sengatan matahari dan juga umpan. Saya berangkat dari rumah bersama tiga orang teman menuju daerah Dadap, Banten sekitar pukul dua dini hari. Perjalanan menggunakan sepeda motor memakan waktu kurang lebih satu jam. Sebelum tiba di Dadap biasanya saya mampir untuk membeli umpan berupa udang hidup. Harga udang waktu itu sekitar delapan puluh ribu rupiah per kilo. Saya membeli dua kilo, sekaligus membeli makanan untuk sarapan. Untuk makan siang diputuskan membeli langsung di Pulau U