Langsung ke konten utama

ODE TENGAH MALAM BUAT FARRAS

sumber: www.google.com


Kalau hari-harimu mendadak buram dan malammu berkelimpahan fatamorgana, tetaplah berpegang erat pada mimpimu.

Buat anakku, Farras

Kamu harus tahu, jauh sebelum bumi ini ada. Ruhku dan ruh ibumu sudah lebih dahulu tercipta, saling membaui, memberi dan menerima rasa. 

Aku, seorang gelandangan tak tahu diri, jatuh hati pada gadis yang berperan bidadari. Lalu cinta kami  mengental dan habis dibakar matahari. Muai, cinta kami terbang ke angkasa dan dikekalkan rembulan.

Ingatlah satu hal, saat bulan purnama. Di sebuah gubuk di tepi selokan mampet yang menguarkan aroma nestapa. Aku pernah menggendongmu sambil mendongeng tentang nenek moyang kita purba. Kamu selalu bertanya-tanya, kenapa kita tidak terbang saja ke bulan lalu bertemu ibu?

Tidak sesederhana itu. Ibumu adalah Renjana. Dia ada, selalu hadir tapi tak kasat mata. Biarlah dia kekal jadi selapis pleura yang membungkus paru-parumu senantiasa agar kamu tidak megap-megap kehabisan napas dalam rengkuhan jemari nasib yang menggemeletakkan tulang rusukmu.

Ibumu laksana jantung yang mendegupkan harapan dalam batin dan mengalirkan sungai kehidupan dalam nadi.

Untuk apa berlelah-lelah mencari dia yang malah ada dalam dirimu?

Camkan satu hal, Farras. Saat kamu hadir ke dunia ini, dunia menyambutmu dengan riuh. Katak dan jangkrik bernyanyi. Langit tertawa terbahak-bahak, halilintar menggelegar. Dewa-dewi turun dari kayangan dan merempahi air mandimu dengan wewangian surgawi. Jutaan bibir basah, melantunkan doa-doa terbaik. Untukmu, ya semua untukmu.

Dan ibumu, mahkuk yang paling berbahagia atas kehadiranmu, menyepuh keningmu dengan kecupan paling lembut dan paling menggetakan seisi dunia, kecupan seorang ibu atas anaknya.

Jadi berhentilah bertanya-tanya tentang sesuatu yang ada, tentang sesuatu yang ada dalam dirimu. Bukankah semuanya sudah kuceritakan dengan lugas , tanpa rahasia, tanpa tedeng aling-aling. 

Matamu adalah mata renjana, yang menebar kasih, yang membuat butir padi tumbuh dan kecambah menggeliat bahagia.

Bibirmu adalah mahkota mawar yang menjelma. Bentuk keindahan surga yang bermetamorfosa menjadi nyata di dunia.

Baiklah, hari sudah kasip. Malam sudah renta. Selamat istirahat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman y...

MEREKAM KENANGAN: BAPAK SINAGA

MEREKAM KENANGAN 3 Kuregangkan punggungku, lumayan pegal juga setelah menulis hampir setengah jam. Kulirik jam tanganku, sudah jam sebelas malam. Suara gerimis yang jatuh terdengar di atas genteng terdengar samar. Hujan ternyata, selama menulis tadi aku tidak mendengar suara hujan karena telingaku tertutup head phone . Pantas saja punggungku terasa dingin. Di cuaca seperti ini pasti enak sekali minum kopi, pikirku. Lalu aku bangun dan menuju ke dapur, mampir sebentar ke kamar mandi lalu masuk ke kamar tidur. Di dalam kamar aku duduk di tepi ranjang. Aku diam termenung, rasanya ada yang janggal, tapi aku tak tahu apa. Kunyalakan sebatang rokok. Asap mengepul. Kopi! Tadi aku mau menyeduh kopi. Kenapa bisa tiba-tiba lupa begini? Apakah karena demensia ini semakin parah? Kutepiskan pikiran itu, pasti hanya lupa biasa, batinku mencoba menenangkan diri. Segera beranjak dari kamar dan langsung ke dapur. Setelah selesai menyeduh kopi aku lewat ruang tamu. Laptop ku kok menyala ya?...

ABSURDITAS

            Kalau kamu percaya takdir, maka kamu juga harus percaya dengan cerita kita. Kita adalah anak-anak kesayangan takdir. Bayangkan saja, ada ribuan gedung di jakarta. Ada lebih dari sembilan juta manusia bersesakan di kota ini setiap harinya. Tapi takdir memilih kita untuk menjadi pemeran utama dalam drama kolosalnya. Kita, dua manusia kesepian yang terus berusaha meledakkan tawa dalam kesunyian. Kita, dua orang yang selalu menyelipkan belati di bawah bantal, takut mimpi buruk yang mencekam akan membuyarkan harapan semu kita.             Kita, aku dan kamu. Dua orang pilihan takdir yang diminta melakoni peran akbar dalam drama kolosalnya. Sayangnya takdir hanya memilih acak tanpa audisi apalagi melatih kita sebelumnya. Jadilah kita berdua terseok-seok, berdarah-darah, menangis sesegukan dalam memerankan tokoh kita yang serba tanpa ketentuan. Skenario tak...