cantiksehatwanita.com |
Harus
kuberitakan padamu, Kawan. Harus kuberitakan walau yang akan kusampaikan akan mengiris-iris
hatimu bagai sembilu. Bahwa tadi sore, di tikungan, ada yang mati kelaparan saat
kita sambil tertawa-tawa menyesap ampas di kedai kopi Amerika yang selalu kamu bangga-banggakan.
“Satu
gelas kopi yang aku minum ini harganya sama dengan sepuluh liter beras.” katamu
dengan bangga, dan diam-diam aku tumpahkan isi gelasku ke tong sampah.
Jujur
saja, aku jijik, muak dengan yang selalu kamu bilang modernisasi, globalisasi dan
segala embel-embelnya.
Kenapa
modernisasi, globalisasi dan segala tetek bengeknya itu selalu harus kamu sinonimkam
dengan menggorok leher jutaan petani dan nelayan yang saban hari memanggang tubuh mereka di hadapan matahari demi sesuap nasi?
Harus
aku sampaikan padamu, Kawan. Nenek moyangku yang purba itu adalah petani dan nelayan.
Mereka titipkan tanah dan laut ini untukku, juga kamu. Jangan hanya karena dasi
yang yang kamu ikat bagai kekang di leher lantas kamu jadi buas, liar dan kemaruk,
seenak-enaknya ngangkang di atas kepalaku.
Dengan
sepatu pantofel mengkilat kamu jejak leher kami lalu menyepak tepat di ulu hati.
Harus
aku beritahukan, Kwan. Bahwa kelak, di episode mahsyar, kamu akan telanjang, leleh
ditatap matahari yang jaraknya hanya sejengkal dari ubun-ubun. Mau lari ke mana
lagi, sementara pantofel mengkilat sialanmu itu sudah berkhianat pada kaki dan dasi
yang kamu agung-agungkan malah bersekongkol dengan iblis untuk untuk menyesatkanmu.
Mereka
terkekeh-kekeh di pojokan sambal menatap wajahmu yang pias.
Sampai
jumpa, Kawan.
Komentar