Langsung ke konten utama

TERPAKSA KUTULISKAN SAJA



Karena si anak jadah yang sudah mati
Tiba-tiba terlahir kembali,
Karena ia tersadar dan tercerahkan
Dalam kepurbaannya

Terpaksa saja kutulis saja ini
Untuk memecah gumpalan tinta dalam benak
Untuk menghalau sepi yang lapar
Untuk membisikkan kerinduan yang tak sempat terucapkan

Karena dewa-dewa enggan turun dari nirwana
Karena ruh nenek moyang berpaling muka
Maka kutulis saja sajak ini untuk memanggil Tuhan
Untuk mengenang mereka yang terlupa

Purnama meranggas di kebun alpa
Daun jambu terbakar kemarau
Hening senyap, rukun tenang
Belati terhunus
Kami bermuka-muka
Kupanggil namanya, ia bergumam…
Hhhhmmmmm….oooommmm….
Semesta bergemuruh goyang
Lalu kusampirkan sangkur di kepalanya

Hhhhmmmmm……oooommmmm….
Semesta hening lagi
Tugasku purna tapi  si anak jadah belum mati
Dia meregenerasi diri jadi kalian
Orang yang tak bisa lagi aku sampirkan sangkurku

Aku lelah, sangkurku berkarat
Negeri  ini mau jadi apa?
Kalian terlalu sibuk mengurusi selangkangan
Kalian terlalu ramai memperebutkan bagian

Si anak jadah tertawa
Purnama menangis
Daun jambu meranggas
Kalian yang lupa
Yang terlupa
Dan dilupa
Untuk kalianlah kupanggilkan Tuhan
Kubacakan doa
Kurapal mantra 
Kubakar dupa

Hhhhhmmmmm…. ooommmmm
Si anak jadah yang sudah mati
Kini bereinkarnasi
Tersadarkan dan tercerahkan
Dalam kepurbaannya….

Hhhmmmm…..oooommmmmm……




Komentar

Postingan populer dari blog ini

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

MEREKAM KENANGAN: DEMENSIA

MEREKAM KENANGAN 1 Terima kasih banyak unuk keluarga, para sahabat, guru-guru dan mantan kekasih yang sudah bersedia menjalani banyak kenangan pahit dan manis bersama. Semoga dengan saya menuliskan cerita ini bisa membangkitkan  simpul-simpul kenangan yang sempat terlupa. Sebagian besar kisah dalam cerita ini -mungkin- pernah terjadi dalam hidup saya atau mungkin juga hanya fantasi dan reaksi alam bawah sadar saya yang secara langsung atau tidak langsung tidak bisa saya filter lagi karena penyakit yang saya derita ini.             Dua hari yang lalu aku terlambat sampai ke tempat kerja. Masalahnya sederhana, di perempatan jalan terakhir menuju ke tempat kerjaku tiba-tiba saja aku salah membelokkan motor yang aku kendarai, akibatnya aku harus memutar jauh dan terjebak kemacetan yang biasanya aku hindari. Sampai di tempat kerja aku menebak-nebak kenapa aku sampai bisa salah belok, apakah aku melamun? Padahal jalur yang aku tempuh sudah enam tahun lebih aku lalui, sampai aku h

MEREKAM KENANGAN: UNTUK DIA

MEREKAM KENANGAN 3 Kutuliskan cerita ini untuk mengenang satu nama. Jakarta. Siapa sih orang di Indonesia yang tidak mengenal nama kota ini? Jakarta yang menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Jakarta yang walaupun sumpek tetap saja menjadi magnet orang-orang untuk mencari peruntungan. Jakarta, yang sejak lahir sampai sekarang menjadi tempat saya hidup. Dan, di kota inilah semua cerita ini bermula. Langit sore di bulan Juli itu redup, angin gemuruh. Di sebelah selatan tampak awan hitam mulai berarak. Sesekali kilatan petir tampak diiringi suara guruh yang samar. “Buruan baris! Wooiii…. Pada ngapain ngumpul di situ?” Tidak jelas suara teriakan siapa, yang aku tahu itu pasti salah satu seniorku. “Ini cewek tengil amat. Mau beken di sini, hah?” Tiba-tiba saja semua mata menatap ke satu titik yang di tuju. Seorang gadis berkulit putih dengan rambut lurus berponi sedang bersandar di pagar sekolah. Hari ini adalah hari terakhir Masa Orientasi Siswa di salah s