Malam luruh di atas kotamu yang muram. Bulan pucat yang mengiba kenangan, pasrah ditusuki gerimis dan jelatang. Sore di dermaga, memandangi rupa ombak tua yang jingga, renta, kusut masai dan terengah-engah menanti kematian. Kelasi setengah mabuk berteriak-teriak dari arah haluan, “Turunkan layar! Kita jelajah samudera purba!” Lalu sebuah kapal berlayar harapan dan berdinding kenangan melesak dalam kabut jingga. Di hadapanmu kini aku harus mengistirahatkan kata-kata. Dunia itu sepi, Sayang. Ada enam miliar manusia tanpa tegur sapa.Enam miliar mulut tanpa kata-kata. Jangan berharap nama kita ada di sana. Hanya lewat matamu lah, aku bisa merasakan keindahan Sebuah rekreasi azali. Ke sebuah wilayah tanpa tepi. Di hadapanmu kini aku harus menyatakan kebenaran. Berhentilah bermain petak umpat dengan takdir. Jangan pernah membelakangi matahari. Kita tatap matanya yang garang dengan keberanian, kalau perlu sampai wajah kita terpanggang. Genggam tanganku, tak ada ya
JANGAN PERNAH MEMBELAKANGI MATAHARI