Kutulis sajak ini
Hanya sajak lacur, malang yang celaka
Saat serapah tak lagi punya makna
Kami duduk berdua bermuka-muka di
dangau
-aku dan mautku-
Kami bercerita tentang raja-raja
Tentang nenek moyangku yang purba
Tentang Isa yang naik ke langit
Aku terkesiap saat tersadar
Betapa sepinya maut
Betapa megahnya cinta, dan
Betapa tidak berartinya kata-kata
Maut bermalas-malasan sambil jongkok
Menatapi garis gerimis
Ada berapa bintang di semesta? Aku
bertanya
Seluas hatimu sanggup menampungnya
Seberapa besar cinta?
Sebesar cinta itu sendiri
Seluas apa samudera?
Tidak lebih luas dari tetesan embun
asal kau sanggup menyelaminya
Setua apa leluhurku?
Tidak lebih tua dari anak yang sebentar
lagi akan lahir
Dan, kelahiran kali ini harus selamat
Maka kukibuli maut
sambil menjamunya dengan sebotol tuak
Kelahiran kali ini harus selamat
karena nasibku dan leluhurku tersangkut
padanya
Nanti, nanti...
Saat hari penimbangan
Di hari kiamat...
Komentar