Langsung ke konten utama

MEREKAM KENANGAN: DEMENSIA

MEREKAM KENANGAN 1

Terima kasih banyak unuk keluarga, para sahabat, guru-guru dan mantan kekasih yang sudah bersedia menjalani banyak kenangan pahit dan manis bersama. Semoga dengan saya menuliskan cerita ini bisa membangkitkan  simpul-simpul kenangan yang sempat terlupa.

Sebagian besar kisah dalam cerita ini -mungkin- pernah terjadi dalam hidup saya atau mungkin juga hanya fantasi dan reaksi alam bawah sadar saya yang secara langsung atau tidak langsung tidak bisa saya filter lagi karena penyakit yang saya derita ini.

            Dua hari yang lalu aku terlambat sampai ke tempat kerja. Masalahnya sederhana, di perempatan jalan terakhir menuju ke tempat kerjaku tiba-tiba saja aku salah membelokkan motor yang aku kendarai, akibatnya aku harus memutar jauh dan terjebak kemacetan yang biasanya aku hindari. Sampai di tempat kerja aku menebak-nebak kenapa aku sampai bisa salah belok, apakah aku melamun? Padahal jalur yang aku tempuh sudah enam tahun lebih aku lalui, sampai aku hafal setiap lubang dan polisi tidurnya.

            Kemarin, lebih parah lagi. Aku lupa di mana gedung tempat kerjaku. Rasanya tiba-tiba saja aku tidak mengenal wilayahnya, semuanya tiba-tiba terasa asing. Aku telepon rekan kerjaku dan menjelaskan lokasiku, aku minta dijemput. Kata mereka saat pertama melihatku, aku kelihatan seperti orang linglung.

            Oleh beberapa rekan satu divisi aku disarankan menemui dokter sepulang kerja. Mungkin karena tekanan kerja yang terlalu berat atau karena ada masalah lainnya aku menjadi stress dan daya konsentrasiku menurun. Aku ikuti saran mereka. Aku ceritakan semua kejadian yang aku alami selama dua hari terakhir.

            Tadi siang hasil diagnosis dokter keluar. Aku dipanggil ke ruang dokter. Katanya aku menderita demensia, sebuah penyakit yang menggerogoti memori dan ingatanku. Aku kurang paham dengan penjelasan dokter.

            “Singkatnya Bapak mengalami pikun di usia muda.” Itu katanya.

            Aku menguatkan pegangan pada gagang kursi yang aku duduki. Kaget dengan vonis dokter atas penyakitku.

            “Apakah saya bisa sembuh, Dok?” tanyaku.

            Dokter menarik nafas dalam-dalam lalu melepaskan kacamatanya sambil memijiti keningnya. Mungkin dokter bingung harus memulai dari mana untuk menjelaskan penyakitku ini.

            “Penyakit demensia sampai saat ini belum diketahui penyebabnya, bisa saja penyakit ini turun secara genetik atau ada faktor eksternal lain yang mempengaruhi.”

            “Lalu penyembuhannya, Dok?” tanyaku tidak sabaran.

            Dokter menggeleng.

            “Sampai saat ini belum ada metode pengobatan yang benar-benar efektif.”

            Aku menatap dokter dengan wajah tanpa ekspresi.

            “Tapi penyakit demensia bisa diperlambat prosesnya.”

            “Bagaimana caranya, Dok?”

            “Dengan mengulang-ulang kegiatan sehari-hari yang rutin Anda lakukan. Frekuensi kegiatannya harus ditingkatkan sehingga otak akan menyimpan data tentang kegiatan tersebut secara permanen.”

            Jujur saja waktu itu aku bingung, berarti aku harus berputar sebanyak dua kali ke tempat kerja untuk mengulangi rutinitasku, aku harus makan siang pukul dua belas dua kali. Sepertinya ini sedikit merepotkan.

            “Apakah ada alternatif lain, Dok?”

            Dokter menatapku dengan wajah serius.

            “Ada.”

            Syukrlah, batinku.

            “Mulai saat ini, biasakanlah menulis!”

            “Menulis?”

            “Iya.”

            “Menulis apa?”

            “Menulislah tentang peristiwa di masa lalu Anda. Gali terus kenangan yang pernah terjadi, semakin jauh rentang waktu yang Anda gali, akan semakin baik hasilnya. Saya sarankan Anda menulis setiap hari. Untuk saat ini, hanya itulah satu-satunya cara yang paling efektif untuk memperlambat penyakit demensia Anda.”

            Surat rekomendasi dokter aku sampaikan kepada kepala divisi, untunglah dia bisa menerima keadaanku. Aku diberikan cuti selama dua minggu, bahkan dia sendiri katanya yang akan terus memantau perkembagan tulisanku.

            Karena itulah, malam ini aku duduk di depan laptopku sambil menatap kurosr yang sedari tadi kedap-kedip. Pikiran di kepalaku terbang jauh ke belasan tahun lalu saat aku pertama kali masuk SMP. Iya, hanya sejauh itulah aku bisa mengingat secara jelas. Lebih jauh dari itu, kenanganku buram.

…bersambung…



Komentar

Ainayya Ayska mengatakan…
Jadi inget dengan alzheimer. Hehe Alzheimer itu salah satu bentuk demensia kan, ya? Hehe. Ditunggu nih kelanjutannya
Uncle Ik mengatakan…
Kurang tau juga, saya aja nggak tau dimensia itu apa, (pura-pura lupa)
Uncle Ik mengatakan…
Emang saya udah keren bawaan dari lahir, Mbak Intan
Uncle Ik mengatakan…
Emang saya udah keren bawaan dari lahir, Mbak Intan
Unknown mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan…
Aura narsisnya keluar... - .-)
Wiwid Nurwidayati mengatakan…
aku nunggu ah lanjutannya
sepertinya kenangan di masa lalu
Uncle Ik mengatakan…
Ahahahaha, doain supaya saya bisa terus update dan nggak putus ya, Mbak
Uncle Ik mengatakan…
Ahahahaha, doain supaya saya bisa terus update dan nggak putus ya, Mbak
Unknown mengatakan…
Mau dengerin Uncle Ik curhat ah...
Uncle Ik mengatakan…
Tapi curhat saya nggak ada sedih-sedihnya lho, ahahahaha
Vinny Martina mengatakan…
Unkle ik selalu keren tulisannya.
Uncle Ik mengatakan…
Keren bawaan dari lahir, Mbak
Uncle Ik mengatakan…
Keren bawaan dari lahir, Mbak
Unknown mengatakan…
Saya baru tau uncle ternyata menderita demensia. Sampai lupa kaya apa raut wajahnya sendiri, itu yang dijadiin cover cerpen kan bukan foto Anda sir. Seingat saya Anda gondrong deh!? 😂
Unknown mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Uncle Ik mengatakan…
Saya sendiri sampai lupa kalau saya menderita demensia. Yang jadi model di cover itu, si Likin Tamvan, potografer nya saya lupa, ahahahaha
Unknown mengatakan…
Bikin penasaran hmmm,ditunggu kelanjutannya bang 😁
Uncle Ik mengatakan…
Semoga says sehat terus supaya visa terus update ya, Mbak
Ciani Limaran mengatakan…
Uncle ik, bikin penasaran nih.. Jgn gentayangan ya, wkwkw

Postingan populer dari blog ini

MEREKAM KENANGAN: BAPAK SINAGA

MEREKAM KENANGAN 3 Kuregangkan punggungku, lumayan pegal juga setelah menulis hampir setengah jam. Kulirik jam tanganku, sudah jam sebelas malam. Suara gerimis yang jatuh terdengar di atas genteng terdengar samar. Hujan ternyata, selama menulis tadi aku tidak mendengar suara hujan karena telingaku tertutup head phone . Pantas saja punggungku terasa dingin. Di cuaca seperti ini pasti enak sekali minum kopi, pikirku. Lalu aku bangun dan menuju ke dapur, mampir sebentar ke kamar mandi lalu masuk ke kamar tidur. Di dalam kamar aku duduk di tepi ranjang. Aku diam termenung, rasanya ada yang janggal, tapi aku tak tahu apa. Kunyalakan sebatang rokok. Asap mengepul. Kopi! Tadi aku mau menyeduh kopi. Kenapa bisa tiba-tiba lupa begini? Apakah karena demensia ini semakin parah? Kutepiskan pikiran itu, pasti hanya lupa biasa, batinku mencoba menenangkan diri. Segera beranjak dari kamar dan langsung ke dapur. Setelah selesai menyeduh kopi aku lewat ruang tamu. Laptop ku kok menyala ya?

HANYA SEBUAH DOA SEDERHANA

“Aku hanya ingin sebuah kehidupan yang jujur dan sederhana. Sesederhana dan sejujur kopi hitam yang kusesap saat hari gerimis.” E-mail itu aku terima sekitar tiga bulan lalu. Tak pernah ada firasat sebelumnya kalau e-mail yang sederhana itu akan mengantarkan hidupku ke dalam sebuah potongan cerita tentang kehidupan yang sedemikian rumit.             Jam sebelas malam, gerimis sejak sore. Dengan perasaan malas tapi dipaksa perut yang lapar akhirnya aku melangkah juga dari kamar kost tiga kali dua meter yang pengap ini. Tujuanku jelas, nasi goreng Bang Anwar, karena hanya di sanalah aku bisa berhutang malam-malam begini dan juga ada wifi gratisan yang bisa aku tebeng . Lumayan, aku bisa mengecek      e-mail dan facebook sekalian browsing . Siapa tahu ada informasi lowongan kerja yang bisa aku lamar.             Menyedihkan memang, di zaman yang katanya serba canggih dan era digital tanpa batas ini, tetap saja aku harus bersusah payah nebeng hotspot tetangga untuk sek

TRIP MEMANCING KE PULAU UNTUNG JAWA

Sebenarnya ini pengalaman saya yang sudah lumayan lama tapi saya rasa ada baiknya juga saya bagikan karena pengalaman memancing ini salah satu yang saya pikir paling unik. Kejadiannya sudah hampi dua tahun lalu, saya sudah menekuni hobi memancing sekitar tujuh tahun. Banyak juga pengalaman yang bisa saya bagikan di kesempatan yang lain. Seperti biasa, sebelum memulai trip memancing saya menyiapkan segala sesuatunya di darat. Perlengkapan memancing khusus laut, pakaian yang bisa melindungi dari sengatan matahari dan juga umpan. Saya berangkat dari rumah bersama tiga orang teman menuju daerah Dadap, Banten sekitar pukul dua dini hari. Perjalanan menggunakan sepeda motor memakan waktu kurang lebih satu jam. Sebelum tiba di Dadap biasanya saya mampir untuk membeli umpan berupa udang hidup. Harga udang waktu itu sekitar delapan puluh ribu rupiah per kilo. Saya membeli dua kilo, sekaligus membeli makanan untuk sarapan. Untuk makan siang diputuskan membeli langsung di Pulau U