DOA SISSY
Kamar 207
“
Awas Di, banting kiri….!” Brak. Mobil itu pun terguling beberapa kali sebelum
akhirnya berhenti saat menabrak pembatas jalan. Nikki perlahan membuka matanya,
saat menyadari posisi kawannya yang terjepit kursi dia segera segera menjejak
kaca depan, dan berusaha keluar.
“
Di, bangun…!” Tak ada jawaban. Sementara hujan semakin menderas. Darah mulai
terlihat mengalir di jalanan.
“
Di, bangun… oh… God,…Diiii!”
Sret
Nikki terbangun dengan badan
bersimbah keringat, kenangan menyakitkan 15 hari lalu itu masih terekam dengan
jelas di kepalanya. Di radio yang sedari tadi menyala, mengalun lagu Hollow Years-nya Dream Theater. Nikki
bangun dari tempat tidur, tubuhnya menggigil. Diliriknya jam, masih pukul 3
pagi. Cuaca di luar hujan deras. Diambil sebatang rokok yang tergeletak di meja.
Suasana sekarang sedikit lebih hangat.
Kamar Sissy
Untaian tasbih itu masih tergenggam
erat di tangan kanan Sissy. Alunan doa terus berkumandang dari bibirnya. Air
mata sedari tadi membasahi mukena yang dipakainya.
“ Tok… Tok…” pintu diketuk
Sissy menghapus
air matanya, dan segera membuka pintu.
“ Sissy… kamu belum tidur, mama
dengar masih ada suara dari kamarmu, ada apa sayang? kalau kamu punya masalah
kamu bisa cerita sama mama”
“ Ma…” Sissy membantingkan tubuhnya
ke pelukan mamanya.
“ Sissy khawatir sama Nikki, Ma.
Sudah 14 hari dia pergi dari rumahnya, sampai sekarang tak ada kabar berita.
Handphonenya tidak diaktifkan. Sissy khawatir Ma. Sissy khawatir…!”
“ Sayang, Mama mengerti perasaan
kamu, Mama juga merasa hancur saat Papamu pergi. Mungkin Nikki juga begitu, dia
belum bisa menerima kepergian Andi, sahabatnya. Sekarang yang paling dia butuhkan
adalah doa dari kamu, doakanlah agar Nikki bisa merasa ikhlas…”
“ Setiap malam Sissy selalu berdoa,
Ma… Untuk Nikki”
“ Kalau kamu sudah berdoa untuk
Nikki, biarkanlah dulu, mungkin Nikki hanya perlu waktu untuk menenangkan diri.
Sekarang lebih baik kamu tidur sayang…”
Kamar 207
Nikki bersandar di dinding.
Dibantingnmya sisa rokok ditangannya yang tinggal setengah. Dia terduduk. Di
kepalanya berseliweran kenangan bersama Andi, sobatnya. Saat mereka naik gunung
bersama, saat mereka manggung di pensi sekolah. Sekarang dia jadi sering
berandai-andai.
Andai aku tidak mengajak si Andi ke
Ulang tahun Rahma, andai aku tidak memanas-manasi si Andi untuk ngebut di jalan, andai truk sialan itu tidak parkir
sembarangan, andai, ah….
Nikki menyisir rambutnya dengan
sela-sela jari. Jam di meja menunjuk angka 4. Di luar hujan semakin menderas.
Dipeganginya handphone, dia teringat Sissy, kekasihnya. Apa kabar dia sekarang?
Sudah 14 hari dia tidak bertemu.
Maaf Sy, saat ini keadaanku sedang kacau, alangkah
baiknya kalau kita tidak bertemu dulu, aku tak mau membawamu ke dalam
masalahku, batin Nikki.
Kamar Sissy
Tik… tik… tik… rintik hujan sisa
semalam dari genteng membangunkan Sissy dari tidurnya. Nadanya melodius
sekaligus membius. Matahari sudah menggeliat lagi setelah di kepung awan dari
pagi. Sissy segera bangun dan merapikan rambutnya. Dia melihat ke cermin dan
menatap wajah yang ada dalam cermin, betapa pucatnya wajah itu dan tak ada
gairah hidup.
Dia segera menuju kamar mandi.
Kamar 207
Nikki terbangun dari tidur duduknya.
Pinggangnya nyeri sekali. Suara radio semalam masih terus sayup terdengar. Dia
rapikan rambutnya, mencoba menggapai bungkus rokok di meja. Oh… God habis. Dia lempar bungkus rokok itu ke sudut.
Dia bergegas ke kamar mandi. Membasuh wajahnya di wastafel. Ada
pecahan kaca di sana,
bekas cermin yang dia pecahkan tempo hari. Lagu Tak Ada Yang Abadi-nya Jikustik
merembes melalui pintu kamar mandi. Nikki mengambil pecahan cermin terbesar,
mencoba meneliti wajahnya kini.
Bukan, in bukan wajahku, batinnya.
Betapa acak-acakkan rupanya kini, rambut gondrong, mata yang lelah. Mata ini,
bukan milikku, batin Nikki.
Dia terduduk di bath tub, Dia putar kran shower, dan dia birkan tubuhnya basah
kuyup tersiram air.
Sret.
Bayangan Andi kembali melintas dalam
benaknya.
“ Ayo, Nik. Ikut aku, aku kesepian
di sini, temani aku Nik…”
Nikki termangu, perlahan tangannya
begerak mengambil pecahan cermin yang lebih keil. Diperhatikan nadi yang
melintang di tangan kirinya.
Kamar Sissy
“ Tok… Tok… Tok… “ “Sayang…” tak ada
jawaban.
“ Sayang, kamu sudah bangun belum…”
masih tak ada jawaban.
Lalu suara pintu berdecit lembut.
“ Ada apa, Ma?” Tanya Sissy “Maaf
tadi Sissy ketiduran”
“ Ada yang nyari kamu, tuh. Pasti kamu surprise, deh. Rapikan dulu rambut kamu,
cuci muka , lekas turun” pinta mamanya dengan senyum penuh arti.
Ruang tamu rumah
Sissy
“ Nabil…!”
“ Sissy…!”
“ Ini benar kamu ?”
“ Iya ini aku”
“ Kamu kemana saja ?”
“ Aku… nanti aku jelaskan, sekarang
aku mau ngajak kamu ke makam si Andi, kamu maukan?”
Sissy mengangguk.
“ Aku takut sekali, tadi aku
bermimpi kamu mau memotong nadimu dengan pecahan cermin, aku takut sekali”
“ Aku juga selalu khawatir sama
kamu, Sy. Tapi aku selalu teringat kata si Andi, kalau kita tidak bisa hidup
karena orang yang kita sayangi pergi, setidaknya hiduplah untuk orang yang
menyayangi kita”
“ Jadikan kita berangkat ?”
“Yuk…!”
Mama Sissy trsenyum dari balik
tirai, kini mataharinya sudah bersinar
lagi. Sepasang sayap itu kini telah bersatu, dan bersiap terbang.
Komentar