Mereka bilang kamu itu terlalu asyik dengan duniamu sendiri. Anti sosial. Mati rasa. Kebas. Kamu terlahir cacat, kurang sempurna. Indra peka dalam tubuhmu kurang berkerja dengan baik. Apalagi kalau kamu sudah berhadapan dengan buku. Semesta di sekitarmu seketika lenyap, terhisap mampat dalam bingkai kacamata berlensa minus tiga koma tujuh lima. Kadang aku bertanya-tanya, apa enaknya sih duduk berlama-lama sambil memangku buku? Apa punggugmu tidak pegal?
Diam-diam aku iri dengan melimpah ruahnya rasa apatis dalam dirimu. Saat kamu tenggelam dalam bacaan, seolah-olah semua indra di tubuhmu ter-shut down otomatis. Hanya matamu yang aktif berbinar-binar melompat dan merayapi setiap huruf, kata dan kalimat. Tidak ada gemericik hujan, cericit burung atau dengus nafas yang mampu mengusik konsentrasimu.
Dunia runtuh dan memadat menjadi tumpukan abjad yang tercetak dalam buku yang kamu genggam. Itulah duniamu. Sebuah dunia serba monokrom yang bagiku begitu menjemukan. Kadang aku merasa curiga, jangan-jangan lensa minus tiga koma tujuh lima itulah yang menjadikan dunia monokrom itu jadi bisa begitu indah dan berwarna-warni dalam pandangmu.
Aku duduk bermuka-muka di hadapanmu. Kita hanya dipisahkan udara yang penuh kejenuhan dan kata-kata tertahan. Saat kamu angkat wajah, bayangan diriku memantul di lensa minus tiga koma tujuh lima. Pupil matamu yang gelap pun terekam lekat-lekat di mataku. Kita bertatap sesaat. Lalu aku bangun dan pamit.
Di balik lensa minus tiga koma tujuh lima itu tidak ada kamu. Dunia monokrom itu bukan duniamu. Kamu jauh lebih berwarna-warni dan lebih rumit dibanding susunan paragraf yang tercetak di dalam buku yang kamu genggam itu.
Ayo kita keluar! Jangan duduk terlalu lama, nanti punggungmu bungkuk. Kita hirup udara jernih yang tak berbatas ini. Lemparkan bukumu. Buku bukan lagi jendela dunia. Bisa saja kamu lahap puluhan buku setiap hari dan mengharap segala kebijakan kamu serap dari dalamnya, tapi saat kamu hadapi dunia yang sebenarnya tetap saja kamu akan tertipu. Dunia ini indah, luas, berwarna-warni, mengalir, alurnya liar tak tertebak. Dunia bukan buku yang didominasi semesta monokrom dan dipenggal-penggal bab dengan alur yang tertebak.
Lepas kacamatamu, pandanglah matahari secara langsung. Jangan gunakan telapak tanganmu untuk menutupi mata yang silau. Tapi angkat tanganmu tinggi-tinggi, raih matahari. Dia rindu tatap matamu yang murni. Dia rindu kamu gapai. Jangan khianati matahari lagi. Matahari bukan hanya bola raksasa pelempar bayangan, dialah yang menjadikan dunia warna-warni. Hanya dia yang mampu merobek semesta monokrommu dan menjadikan semuanya kembali seperti awal: pulang!!!
Komentar
Dpt kosa kata baru: monokrom
Dan..."bola raksasa pelempar bayangan" itu diksi yg segar :D
Dpt kosa kata baru: monokrom
Dan..."bola raksasa pelempar bayangan" itu diksi yg segar :D